Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/03/2022, 07:36 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengaku memiliki big data yang berbeda dengan yang dipunyai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Diketahui, keduanya sama-sama mengeklaim memiliki big data sebagai justifikasi untuk menunda Pemilihan Umum 2024.

"Beda, dia 110 juta, saya 100 juta," kata Muhaimin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (24/3/2022).

Pria yang akrab disapa Cak Imin itu juga mengeklaim bahwa sikapnya mewacanakan penundaan Pemilu 2024 murni idenya sendiri, bukan dari Luhut.

Baca juga: PDI-P Tolak Pemilu Diundur, Muhaimin: Saya Menunggu Dipanggil Bu Mega

Wakil ketua DPR tersebut mengaku sudah lama tidak bertemu dengan Luhut.

"Ide saya, pure dari saya, enggak ada (dorongan)" kata Cak Imin.

Cak Imin pun menjawab santai saat dimintai tanggapan mengenai sikap banyak pihak yang mempersoalkan big data miliknya.

"Ya nanti kita diskusi, kita undang pihak-pihak supaya kita baca bareng," kata Cak Imin.

Ia mengatakan, setelah melempar wacana menunda pemilu ke publik, ia akan berkomunikasi dengan partai-partai politik, sebelum menyampaikan ide itu ke Presiden Joko Widodo.

Sebelumnya, Cak Imin mengeklaim, banyak akun di media sosial setuju dengan usulan dirinya agar pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda.

Menurut analisis big data perbincangan di media sosial, kata dia, dari 100 juta subyek akun di medsos, 60 persen di antaranya mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.

"Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data," katanya, Sabtu (26/2/2022).

Alasannya, survei sebuah lembaga umumnya hanya memotret suara responden pada kisaran 1.200-1.500 orang. Sementara, responden big data diklaim bisa mencapai angka 100 juta orang.

Sementara itu, dalam wawancara yang diunggah di sebuah akun YouTube, Luhut mengaku memiliki data aspirasi rakyat Indonesia yang ingin Pemilu 2024 ditunda.

Menurut dia, masyarakat ingin kondisi sosial politik yang tenang serta perbaikan kondisi perekonomian nasional.

Serupa dengan Cak Imin, Luhut mengeklaim adanya big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024.

Baca juga: Megawati Disebut Perintahkan Kader PDI-P Tak Komentari Isu Penundaan Pemilu 2024

Namun big data yang diklaim Muhaimin dipertanyakan peneliti media soal. Ismail Fahmi dari Drone Emprit misalnya yang menyebut data yang disebut Muhaimin tidak sepadan dengan jumlah user atau pengguna media sosial di Indonesia, baik di Twitter maupun Facebook.

"Klaim itu ia sampaikan dengan mengacu pada analisa big data perbincangan yang ada di media sosial. Menurutnya (Cak Imin), dari 100 juta subjek akun di media sosial, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak," kata Ismail dalam akun Twitternya @ismailfahmi, yang dikutip Kompas.com atas seizin Ismail, Minggu (27/2/2022).

"Twitter user Indonesia hanya 18 juta. Pengguna Facebook di Indonesia sekitar 176 juta orang. Impossible juga 100 juta user ngomongin perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu 2024," sambungnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar dan 9 Terpidana Korupsi Jadi Saksi Dugaan Pungli di Rutan

KPK Periksa Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar dan 9 Terpidana Korupsi Jadi Saksi Dugaan Pungli di Rutan

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Nasional
Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Nasional
Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Nasional
Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com