JAKARTA, KOMPAS.com - Kekhawatiran akan hilangnya lapisan salju di kawasan tropis yang berada di Pegunungan Jayawijaya sudah diutarakan sejak satu dasawarsa silam. Bahkan, salju di pegunungan tertinggi di Indonesia itu bisa saja tinggal cerita untuk generasi mendatang.
Potensi hilangnya lapisan es di Puncak Jayawijaya sudah disuarakan dalam Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia pada April 2010 silam. Saat itu tim ekspedisi berkumpul dan berikrar di kawasan es Nggapulu di ketinggian 4.700 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Lingkungan saat itu perlahan berubah karena pemanasan global dan perubahan iklim.
Perubahan ini juga terjadi pada gletser Jayawijaya yang terus menyusut dari waktu ke waktu. Saat itu salah satu anggota tim ekspedisi dari Wanadri, Iwan Irawan(38), tercengang ketika mencapai kawasan es Nggapulu yang membentang sekitar 1,5 kilometer dari puncak.
"Tahun 2004 saat saya ke sini setidaknya dua kilometer dari puncak masih ditutupi es," kata Iwan seraya menunjukkan lokasi terakhir, tebing yang tadinya tertutup salju dan kini tinggal bebatuan.
Baca juga: Cerita Dingo, Anjing Bernyanyi Papua yang Viral, Dianggap Sakral Suku Moni di Pegunungan Carstensz
Di Pegunungan Jayawijaya terdapat beberapa puncak yang masih berselimutkan es dan salju, antara lain Puncak Nggapulu atau Soekarno, Puncak Soemantri, dan Puncak Carstensz Timur. Adapun puncak tertingginya, Carstensz Pyramid, sudah tidak lagi tertutup gletser.
Berdasarkan buku Retreat of Glaciers on Puncak Jaya, Irian Jaya, determined from 2000 and 2002 IKONOS Satellite Images yang ditulis Andrew G Klein dan Joni L Kincaid, dari 20 kilometer persegi gletser yang terdapat di Jayawijaya pada tahun 1850, telah menyusut hingga 90 persen atau hanya bersisa dua kilometer persegi setelah 150 tahun berlalu.
Tak heran jika Puncak Carstensz Pyramid yang berada di ketinggian 4.884 mdpl sudah tidak lagi berselimutkan es.
Muhamad Gunawan, pendaki senior Wanadri yang mendaki Carstensz pada tahun 1986, mengisahkan, saat itu es masih menutupi tebing di sekitar puncak Carstensz hingga ketinggian sekitar 4.750 mdpl.
Baca juga: Kisah Rosna, Wanita Asal Maluku Pertama yang Sujud Syukur di Puncak Carstensz
Namun, ketika Gunawan berkunjung lagi pada tahun 1991, hamparan gletser telah meleleh. Hanya sebagian tebing yang masih tertutup es, sisanya tinggal bebatuan. Kemudian, tahun 1994, seluruh gletser telah menghilang dari puncak tertinggi di Indonesia ini.
"Kalaupun sekarang masih ada es yang menutupi beberapa tempat, paling bersifat sementara karena akan hilang kalau cuaca cerah," kata Gunawan.
Anggota Wanadri angkatan 1968/1969, Iwan Hignasto, menyatakan, adanya fakta penyusutan es ini diharapkan dapat memberikan kesadaran bagi masyarakat luas bahwa pemanasan global telah mengancam kehidupan manusia. Warga dunia kini cenderung beradaptasi dengan perubahan iklim, tidak lagi melakukan mitigasi.
Penyusutan endapan salju di beberapa kawasan, termasuk Pegunungan Jayawijaya, merupakan pertanda yang tak terbantahkan. Menjadi peringatan bahwa pemanasan global telah membuat wajah bumi berubah dan menjadikan bencana semakin dekat dengan kehidupan manusia. Banjir, kekeringan berkepanjangan, suhu bumi yang terus naik, badai, dan meningginya muka air laut pun makin kerap terjadi.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, menurut perkiraan, lapisan es yang berada di Puncak Jayawijaya, Papua, akan punah pada 2025.
Dari hasil penelitian BMKG memperlihatkan terjadi penyusutan lapisan es di Puncak Jaya.
Baca juga: Ini Doa Sang Anak untuk Rosna, Wanita Pertama Asal Maluku yang Taklukkan Carstensz