JAKARTA, KOMPAS.com - Perjalanan kasus unlawful killing penembakan terhadap empat laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol KM50 Jakarta-Cikampek sampai ke babak akhir.
Dua anggota polisi yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella, divonis lepas.
Vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini jauh lebih rendah ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta keduanya dijatuhi vonis 6 tahun penjara.
Tak ayal, putusan tersebut menuai pro dan kontra.
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan hingga menyebabkan orang meninggal dunia.
Namun, kedua terdakwa tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran, merujuk pleidoi atau nota pembelaan kuasa hukum.
"Menyatakan kepada terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena adanya alasan pembenaran dan pemaaf," kata hakim ketua Muhammad Arif Nuryanta dalam persidangan, Jumat (18/3/2022).
Majelis hakim menyatakan bahwa penembakan itu merupakan upaya membela diri. Maka, pada kedua terdakwa tidak dapat dijatuhi hukuman pidana.
"Menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagai dakwaan primer penuntut umum dalam rangka pembelaan terpaksa melampaui batas," jelas hakim ketua.
Dengan demikian, majelis hakim memutuskan melepaskan kedua terdakwa dari tuntutan hukum dan memulihkan kedudukan, hak, dan martabatnya.
Majelis hakim menyebutkan bahwa dalam pertimbangan hukumnya, laskar FPI lebih dulu melakukan penyerangan terhadap terdakwa Briptu Fikri dan Ipda Yusmin.
“Telah ada serangan yang melawan hukum dari anggota FPI yang dilakukan dengan cara mencekik, mengeroyok, menjambak, serta merebut senjata api terdakwa,” kata hakim anggota Suharno dalam persidangan.
Suharno menyatakan, sesuai prinsip kepolisian, senjata api mesti dipertahankan dengan segenap jiwa.
Oleh karena merasa senjata apinya hendak direbut, Yusmin dan Fikri memutuskan untuk menembak keempat laskar FPI.
“Dengan melakukan tindakan tegas dan terukur yaitu melakukan penembakan yang mengakibatkan empat anggota FPI meninggal dunia,” kata dia.
Dalam dakwaan jaksa disebutkan bahwa terdakwa Yusmin dan Fikri melakukan pelanggaran. Jaksa pikir-pikir terkait prosedur operasi standar atau standard operating procedure (SOP) saat insiden berlangsung.
Pasalnya, keempat laskar FPI yang diangkut menggunakan mobil Daihatsu Xenia tidak diborgol ataupun diikat sehingga dapat melakukan perlawanan.
Namun, majelis hakim tidak sependapat dengan dakwaan itu. Suharno mengatakan, Yusmin dan Fikri tak punya kewajiban melakukan pemborgolan karena hanya menjalankan proses penyelidikan.