JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Kombes Gatot Repli Handoko mengatakan kasus dugaan penipuan robot trading Fahrenheit sudah naik tahap penyidikan.
Gatot menjelaskan, Bareskrim mendapatkan dua laporan terkait kasus Fahrenheit, yakni ke Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) dan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus).
"Dittipideksus sudah ada laporan dan baru naik ke penyidikan," kata Gatot saat dihubungi, Jumat (18/3/2022).
Ia menambahkan, nantinya laporan yang ada di Dittipidsiber juga akan dilimpahkan ke Dittipideksus Bareskrim.
Baca juga: Pengacara Sebut Korban Fahrenheit Sadar Tertipu Setelah Trading Tak Bisa Disetop dan Dana Ludes
Ia belum memberikan informasi lebih lanjut soal jumlah saksi dan tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus itu.
Menurutnya hal itu akan diumumkan menyusul setelah mendapat informasi dari penyidik.
"Belum nanti mau di-update penyidik," ujarnya.
Diketahui, artis Chris Ryan melaporkan robot trading Fahrenheit ke Bareskrim Polri. Pengacara korban, Sukma Bambang Susilo mengungkapkan kerugian kasus tersebut bernilai Rp 40 miliar.
"Untuk nilai kerugian yang saya tangani kurang lebih Rp 40 miliar," ujar pengacara para korban, Sukma Bambang Susilo kepada Kompas.com, Jumat.
Sukma mengklaim, ada 40 korban robot trading Fahrenheit yang ia tangani, termasuk Chris Ryan.
Ia juga menyebutkan bahwa pihaknya sudah melaporkan penanggung jawab Fahrenheit dan pihak pemilik rekening penerima dana dari para korban kepada Bareskrim Polri.
Baca juga: Artis Chris Ryan Mengaku Jadi Korban Robot Trading Fahrenheit, Rugi hingga Rp 30 Miliar
Lebih lanjut, Sukma menjelaskan, para korban ini baru menyadari bahwa aplikasi atau sistem robot trading ini terindikasi penipuan setelah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengumumkan sebagai aplikasi ilegal.
Satgas Waspada Investasi juga disebut telah menyatakan bahwa robot yang sama berstatus ilegal. Para korban kemudian tidak dapat melakukan pencairan dana maupun membatalkan pembelian.
"Para korban kemudian tidak bisa melakukan withdraw dan kemudian pada tanggal 7 Maret terjadi trading yang tanpa bisa dicegah atau disetop oleh para korban," kata Sukma.
"Sehingga seluruh dana yang diinvestasikan habis atau istilahnya margin call," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.