JAKARTA, KOMPAS.com - Isu pembagian kavling-kavling tanah di lokasi ibu kota negara (IKN) baru di Kalimantan Timur dianggap justru menutupi masalah yang lebih serius. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan, ada banyak masalah yang lebih mendasar terkait lahan di lokasi IKN yang seharusnya disorot publik dan pemerintah.
Masalah itu antara lain terkait penguasaan lahan serta kemungkinan bentrok antara rakyat yang memiliki lahan secara turun-temurun dengan kepentingan elite melalui megaproyek IKN.
"Kami menemukan bahwa di Kalimantan Timur, masalah yang pelik dan itu sangat fundamental adalah penguasaan tanah. Pemerintah tidak dapat melompat begitu saja, membangun atau memindahkan ibu kota negara tanpa melakukan reforma agraria terlebih dulu," kata Ketua Departemen Bidang Advokasi Kebijakan KPA, Roni Septian Maulana, dalam diskusi daring, Senin (14/3/2022).
Baca juga: Saat KPK Ungkap Dugaan Bagi-bagi Lahan Kavling di IKN Nusantara...
"KPA memandang pembagian kavling-kavling tanah, kami kira itu hanya tidak lebih dari gimmick politik semata agar pemerintah oleh pengusaha diminta serius. Tapi isu tersebut, penertiban jual-beli tanah, adalah isu penutup saja karena masalah fundamental yang lebih kronis di lokasi IKN jadi tertutupi," lanjut dia.
Di lokasi IKN, ada begitu banyak tumpang tindih klaim izin konsesi perusahaan, yang sebelum kedatangan megaproyek ibukota baru pun sudah menimbulkan banyak konflik agraria.
Secara umum, di Kalimantan Timur, penguasaan lahan pun semakin timpang antara rakyat kecil yang umumnya bertani dengan lahan yang dikuasai perusahaan tambang hingga perkebunan.
Tak sedikit lahan yang sudah dikuasai rakyat secara turun-temurun tetapi tak dapat dibuktikan status kepemilikannya secara hukum, akhirnya dirampas perusahaan yang kemudian sanggup mengurus izin dan sertifikat.
"KPA mencatat, dalam lima tahun terakhir, muncul 50 konflik agraria dengan luas 64 ribu hektar di Kalimantan Timur," kata Roni.
Yang semestinya dilakukan pemerintah adalah melakukan reforma agraria dan distribusi ulang lahan-lahan bermasalah tersebut.
Apabila tidak, maka potensi konflik lahan dan tindakan-tindakan represif negara, termasuk di dalamnya intimidasi terhadap warga lokal sampai penggusuran yang melibatkan kekerasan aparat, bukan tak mungkin bakal terjadi demi memuluskan megaproyek IKN.
"Cara-cara semacam ini (penggunaan isu bagi-bagi kavling tanah) sangat lumrah dan sering sekali dilakukan oleh pemerintah dalam proses-proses pembangunan proyek berskala besar. Kami melihatnya itu tidak relevan dengan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.