Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan Komisi III Anggap Aneh Alasan MA soal Potongan Hukuman Edhy Prabowo

Kompas.com - 11/03/2022, 11:14 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pangeran Khairul Saleh menganggap aneh putusan Mahkamah Agung (MA) yang memangkas hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.  

Diketahui, MA mengurangi masa hukuman Edhy atas dasar pertimbangan kinerja politikus Gerindra itu berkelakuan baik selama menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan.

"Jadi, pertanyaan saya apakah di level MA masih bisa menilai secara judex facti padahal selama ini level MA adalah menilai secara judex juris. Artinya menjadi aneh secara hukum hal ini menjadi pertimbangan. Padahal, secara tugas dan fungsi siapa pun jadi pejabat tentu amanah yang diemban harus menyejahterakan rakyat," kata Pangeran kepada wartawan, Kamis (10/3/2022).

Baca juga: Putusan MA Pangkas Hukuman Edhy Prabowo Dinilai Tak Masuk Akal

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai, hal tersebut menjadi pendekatan pertama untuk dapat menjawab apakah putusan MA menjadi preseden buruk pemberantasan korupsi.

Ia melanjutkan, pendekatan kedua yaitu tindak pidana yang dilakukan dalam kondisi pandemi.

Menurutnya, sudah barang pasti bahwa korupsi yang dilakukan pada masa bencana atau keadaan darurat semestinya membuat hukuman pada terdakwa menjadi lebih berat.

"Apakah ini menjadi pertimbangan? Tentu sekali lagi ini tidak logis dengan hasil di MA. Akhirnya kita ambil konklusi ini menjadi preseden yang buruk. Apalagi ini di level MA yang produknya dianggap sebagai yurisprudensi," jelas Pangeran.

Baca juga: Kritik Alasan MA, YLBHI: Justru Saat Jadi Menteri, Edhy Prabowo Korupsi

Berkaca hal tersebut, Pangeran menegaskan bahwa perlu ada evaluasi kinerja dari MA. Dirinya mengaku sebagai pimpinan Komisi III memiliki kewenangan untuk mengawasi kerja-kerja MA.

"Tapi tidak menyentuh ke dalam kekuasaan kehakiman yang independen dan merdeka, tapi sesuai kewenangan kelembagaan kami di DPR RI," ujarnya.

Selain itu, rakyat pun dinilai berhak mengevaluasi kinerja MA. Sehingga, dirinya mengeklaim sebagai wakil rakyat tentu perlu menyampaikan aspirasi masyarakat terkait pengurangan vonis Edhy Prabowo.

Diberitakan, MA memangkas hukuman Edhy menjadi 5 tahun penjara.

Sebelumnya di tingkat banding, hukuman Edhy diperberat oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menjadi 9 tahun penjara.

Baca juga: Jaksa KPK Disebut Bisa Ajukan PK atas Vonis MA di Kasus Edhy Prabowo

Putusan MA itu diambil pada Senin (7/3/2022) oleh tiga majelis kasasi, yaitu Sofyan Sitompul, Gazalba Saleh, dan Sinintha Yuliansih.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp 400 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” tulis amar putusan MA yang diterima Kompas.com, Rabu (9/3/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com