JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memangkas hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo terkait kasus suap ekspor dan budidaya benih bening lobster (BBL) tidak adil.
"Putusan MA yang menurunkan hukuman terdakwa kasus korupsi Edhy Prabowo sangat tidak berdasar dan tidak adil, karena itu harus dikoreksi," kata Abdul kepada Kompas.com, Kamis (10/3/2022).
Menurut Abdul, seharusnya jabatan yang pernah disandang Edhy menjadi faktor memberatkan putusan kasasi oleh majelis hakim di MA. Sebab, lanjut dia, justru karena dia melakukan tindak pidana korupsi dalam jabatannya sebagai menteri berarti melanggar amanat yang diberikan oleh negara dan rakyat.
Baca juga: ICW Nilai Putusan MA Pangkas Vonis Edhy Prabowo Absurd
"Jabatan publik, menteri umpamanya, seharusnya melahirkan kewajiban dan memberikan yang terbaik kepada masyarakat, karena menteri diangkat oleh presiden dan digaji negara, sama juga dengan digaji oleh rakyat karena negara uangnya berasal dari rakyat, dari pajak," ujar Abdul.
Pada pengadilan tingkat pertama, Edhy dijatuhi vonis 5 tahun penjara dan denda senilai Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dijatuhi pidana penghanti senilai Rp 9,68 miliar dan 77.000 dollar Amerika.
Edhy melalui kuasa hukumnya lantas mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Oleh majelis hakim PT Jakarta hukumannya justru diperberat menjadi 9 tahun penjara.
Baca juga: Alasan MA Sunat Hukuman Edhy Prabowo: Bekerja Baik Selama Jadi Menteri
Setelah itu, Edhy mengajukan kasasi ke MA. Tiga majelis kasasi MA yakni Sofyan Sitompul, Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih memutuskan memangkas hukuman Edhy menjadi 5 tahun penjara pada Senin (7/3/2022) lalu. Majelis kasasi tetap mengenakan hukuman pidana uang pengganti sebesar Rp 9,68 miliar dan 77.000 dolar Amerika Serikat atau Rp 1,09 miliar kepada Edhy.
Majelis kasasi menilai Edhy telah bekerja dengan baik dengan mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020. Dalam amar putusannya, para hakim menganggap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 adalah upaya untuk mensejahterakan rakyat khususnya nelayan kecil.
Sebab para eksportir lobster diwajibkan mengambil benih lobster dari nelayan. Selain memangkas pidana penjara, hakim kasasi juga mengurangi masa pencabutan hak politik Edhy menjadi 2 tahun dari 3 tahun pada pengadilan tingkat pertama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.