Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan: Pembahasan RUU TPKS Belum Akomodasi Elemen Kunci Pengawasan dan Pemantauan

Kompas.com - 24/02/2022, 19:05 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi mengatakan, elemen pemantauan dan pengawasan penghapusan kekerasan seksual belum diakomodasi dalam Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Karena itu, dia menyampaikan saran kepada pemerintah dan DPR yang akan membahas kembali RUU TPKS, setelah RUU itu resmi menjadi usul inisiatif DPR pada Januari lalu, untuk memasukkan elemen tersebut. Siti menekankan agar pemerintah dan DPR tak lupa mengakomodasi elemen pemantauan dan pengawasan utamanya dilakukan oleh lembaga-lembaga publik.

"Elemen kunci yang belum diakomodir adalah peran lembaga Nasional HAM seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Disabilitas dalam melakukan pengawasan dan pemantauan penghapusan kekerasan seksual," kata Siti saat dihubungi Kompas.com, Kamis (24/2/2022).

Baca juga: Pembahasan RUU TPKS Molor Lagi, Pemerintah Tunggu Undangan DPR

Siti menilai bahwa peran pengawasan dan pemantauan juga seharusnya menjadi tugas bagi lembaga pengawasan eksternal. Oleh karena itu, lembaga-lembaga seperti Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Ombudsman Republik Indonesia (ORI), dan Komisi Yudisial (KY) diminta perlu diakomodasi sebagai pemantau dan pengawas penghapusan kekerasan seksual.

Siti menjelaskan, keenam elemen kunci penghapusan kekerasan seksual harus terpenuhi dalam RUU TPKS. Keenam aspek itu yakni tindak pidana, sanksi dan tindakan, hukum acara pidana, hak-hak korban, pencegahan, pengawasan serta pemantauan.

"RUU TPKS telah mengakomodasi lima elemen, yaitu nomor 1-5, walau tetap harus diperkaya dan disempurnakan," ujar dia.

Terkait elemen tindak pidana, Komnas Perempuan mendukung usulan pemerintah untuk penyempurnaan dengan penambahan dua tindak pidana.

"Yaitu, tindak pidana pemaksaan perkawinan dan tindak pidana perbudakan seksual," ujar Siti.

Komnas Perempuan juga mendukung perluasan alat bukti dan mengatur bahwa keterangan satu saksi (korban) cukup sebagai alat bukti keterangan saksi dan ditambah alat bukti lainnya untuk membuktikan kesalahan pelaku.

Terkait hak-hak korban yaitu hak penanganan, perlindungan dan pemulihan, Komnas Perempuan juga mendukung usulan pemerintah untuk penyempurnaan.

Siti berharap, hak-hak tersebut dapat menjadi jaminan untuk korban dalam mengakses keadilan dan pemulihan.

Terakhir, dia menyatakan sependapat dengan adanya usulan pemerintah untuk penyempurnaan hak pendampingan korban dan restitusi.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej sebelumnya mengatakan, pemerintah dan DPR akan segera melakukan rapat kerja (raker) pembahasan RUU TPKS.

Diharapkan, proses pembahasan itu dapat berjalan lancar hingga proses pengesahan bisa segera dilakukan.

Menurut dia, pemerintah menargetkan pengesahan dapat dilakukan pada pertengahan Maret 2022, usai DPR melakukan masa reses.

"Jadi memang tidak ada niat dari DPR maupun pemerintah untuk menunda pembahasan, kita berharap tanggal 2 Maret itu sebelum Nyepi kita sudah selesai, tunggu persetujuan tingkat pertama, kemudian pengesahan," ucap Eddy.

Dari catatan Kompas.com, ada empat poin penting RUU TPKS yaitu penyidik tak boleh menolak perkara, perkara tak bisa diselesaikan dengan restorative justice, barang bukti bisa jadi alat bukti, dan kewajiban restitusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com