JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR diagendakan akan melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) hari ini, Rabu (23/2/2022).
Hal itu, disampaikan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej saat melakukan pertemuan dengan awak media di kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (22/2/2022).
Eddy Hiariej, sapaan Wamenkumham mengatakan, dengan dimulainya pembahasan RUU TPKS antara pemerintah dan DPR diharapkan proses pengesahan bisa segera dilakukan.
Baca juga: Dalam RUU TPKS, Penyidik Tak Boleh Tolak Perkara Kekerasan Seksual
Menurutnya, pemerintah menargetkan pengesahan dapat dilakukan pada pertengahan Maret 2022 usai DPR melakukan masa reses.
"Jadi memang tidak ada niat dari DPR maupun pemerintah untuk menunda pembahasan, kita berharap tanggal 2 Maret itu sebelum Nyepi kita sudah selesai, tunggu persetujuan tingkat pertama, kemudian pengesahan," ucap Eddy.
Berikut poin-poin penting RUU TPKS:
1. Penyidik tak boleh menolak perkara
Eddy menyebutkan, dalam RUU TPKS aparat penegak hukum tidak bisa menolak perkara kekerasan seksual. Ia mengatakan, aturan itu dibuat untuk memastikan penyidik dapat terus memproses perkara yang berhubungan dengan kekerasan seksual.
"Ada ketentuan di dalam RUU itu bahwa penyidik wajib memproses, jadi dia tidak boleh menolak perkara, dia wajib memproses," ucap Eddy.
Baca juga: Pemerintah Targetkan RUU TPKS Disahkan Pertengahan Maret
"Bahwa nanti tidak cukup bukti dan lain sebagainya itu different story," tuturnya.
2. Tak bisa diselesaikan dengan restorative justice
Wamenkumham juga mengatakan, penyelesaian perkara tindak pidana kekerasan seksual tak bisa diselesaikan dengan menggunakan pendekatan restorative justice.
"Dalam RUU itu, penyelesaian kekerasan tindak pidana seksual tidak boleh menggunakan pendekatan restorative justice, tidak boleh," ujar Eddy.