JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai, Nurhayati, mantan Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, yang melaporkan dugaan korupsi dana desa, seharusnya tidak dapat dipidana.
Sebagai informasi, Polres Cirebon Kota sebelumnya telah menetapkan Kepala Desa Citemu Supriyadi sebagai tersangka tunggal dalam kasus korupsi dana desa di tahun 2018, 2019, dan 2020. Kasus tersebut sudah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Sumber Cirebon.
Namun, jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Sumber mengirimkan surat petunjuk perintah untuk melakukan pemeriksaan ulang.
Hasilnya, Nurhayati kemudian turut ditetapkan sebagai tersangka pada akhir tahun 2021 karena dianggap berperan dalam korupsi yang dilakukan oleh Supriyadi.
Baca juga: Pelapor Korupsi Dana Desa Jadi Tersangka, LPSK Khawatir Orang Tak Berani Lagi Melapor
Wakil Ketua LPSK Menurut Nasution menyampaikan, jika benar Nurhayati bekerja sesuai ketentuan dengan mencairkan dana desa atas rekomendasi camat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), seharusnya ia tidak boleh dipidana.
“Pasal 51 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), menyebutkan, orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana,” ungkap Nasution melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (21/2/2022).
Di samping itu, posisi hukum Nurhayati selaku pelapor dugaan korupsi dijamin oleh Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban.
Pelapor dugaan korupsi dijamin tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik.
“Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya," kata Maneger.
Baca juga: Kisah Nurhayati, Laporkan Korupsi Kepala Desanya, Malah Dijadikan Tersangka
"Jika ada tuntutan hukum terhadap pelapor atas laporannya tersebut, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap," lanjutnya, mengutip Pasal 10 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014.
Lebih jauh, negara bahkan memungkinkan warga yang memberi informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi memperoleh penghargaan, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018.
"Dengan PP Nomor 43 Tahun 2018 tersebut, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta,” kata Maneger.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.