TERBITNYA Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) sebagai perubahan atas Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 memantik keriuhan di ruang publik.
Beberapa pihak menyuarakan penolakan terhadap beleid yang disahkan pada tanggal 4 Februari 2021 tersebut.
Bahkan muncul petisi berjudul: Gara-gara aturan baru ini, JHT tidak bisa cair sebelum 56 tahun.
Sejauh ini petisi yang ditujukan kepada Menteri Tenaga Kerja tersebut telah ditandatangi oleh ratusan ribu orang.
Yang menarik justru penolakan juga disuarakan oleh beberapa anggota Komisi IX DPR RI, yang mengklaim tidak dilibatkan dalam upaya perumusan peraturannya.
Situasi ini perlu untuk dicermati dan direspons secara bijaksana. Mengingat begitu banyak pihak yang ikut-ikutan menyuarakan penolakan tanpa memiliki informasi yang jelas dan data akurat sehingga narasi yang berkembang cenderung bersifat memanas-manasi.
Perlu dijelaskan di sini bahwa setiap regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah tidak berdiri sendiri.
Ada tela’ah, ada kajian dan diskusi yang di dalamnya melibatkan berbagai pihak berkepentingan.
Dalam hal proses perumusan Permenaker nomor 2 Tahun 2022, misalnya, tidak tepat bila terdapat opini yang menyatakan bila anggota Komisi IX DPR RI tidak diajak bicara.
Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 sebagai perubahan atas Permenaker sebelumnya muncul dari desakan Komisi IX DPR RI, yang merujuk pada salah satu poin tentang kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan pada tanggal 28 September 2021.
Kesimpulan Rapat itu tercantum dalam Laporan Singkat Rapat Komisi IX DPR RI yang ditandatangani langsung oleh Ketua Rapat H. Anshory Siregar, Lc (Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS).
Adapun peserta dalam RDP yang digelar secara hybrid tersebut sudah memenuhi kuorum dan melibatkan pihak-pihak terkait, dengan rincian sebagai berikut:
Pelibatan sejumlah pihak terkait memperlihatkan bahwa perubahan peraturan terbaru ini menguatkan partisipasi publik dan memberikan legitimasi formal dari sisi metodologi.
Karenanya, tidak benar bila dalam perumusan Permenaker nomor 2 Tahun 2022 mengabaikan aspek komunikatif.
Dari aspek substantif yuridis, perubahan ini sudah sejalan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Peraturan Pemerintah nomor 45 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa pengambilan JHT dapat dilakukan saat usia 56 tahun.