Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara Polemik Aturan Pencairan JHT di Usia 56 Tahun

Kompas.com - 16/02/2022, 18:20 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik tentang pencairan Jaminan Hari Tua yang baru bisa dilakukan pada usia 56 tahun memicu beragam perdebatan.

Pemerintah berpendapat kebijakan itu sesuai dengan tujuannya yakni sebagai simpanan untuk dimanfaatkan para pekerja di masa pensiun. Sedangkan kelompok serikat buruh menolak kebijakan itu karena uang itu merupakan hak para pekerja.

Permasalahan dimulai ketika Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Lantas Pasal 3 Permenaker itu dikritik karena salah satu pasalnya berbunyi, "Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun,".

Ida meneken Permenaker itu pada 2 Februari 2022, dan diundangkan pada 4 Februari 2022. Aturan itu mencabut Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat JHT.

Menurut pejabat sementara Deputi Direktur Bidang Hhubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BP Jamsostek Dian Agung Senoaji, keputusan Ida sudah sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2004. Terkait mekanisme pencairannya, peserta memang masih bisa melakukan pencairan sebagian saldo JHT sebesar 30 persen.

Baca juga: Ada Banyak Cara Cek Saldo Jaminan Hari Tua

Hal ini untuk keperluan kepemilikan rumah atau 10 persen untuk keperluan lain dengan ketentuan minimal kepesertaan 10 tahun. Namun, untuk pencairan saldo JHT secara penuh, hanya dapat dilakukan saat peserta mencapai usia 56 tahun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

Permenaker tersebut lantas dikritik para serikat pekerja atau buruh. Aktivis buruh Mirah Sumirat mengatakan, Permenaker itu adalah peraturan yang sadis dan sangat merugikan buruh atau kaum pekerja.

"Permenaker ini bikin gaduh. Isinya sadis dan sangat kejam. Tidak ada alasan Kemenaker atau BPJS Ketenagakerjaan menahan uang para buruh," ujar Mirah saat dihubungi Kompas.com, Minggu (13/2/2022).

Baca juga: Ini Cara Klaim Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan Sebelum Pensiun

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) ini menilai, negara tidak punya kepentingan untuk menahan JHT yang baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun. Ia mengingatkan bahwa JHT merupakan iuran bersama pekerja dan pemberi kerja yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

ASPEK juga menolak keras terbitnya Permenaker itu dan menilai pemerintah tidak peka terhadap perekonomian para tenaga kerja, terkhusus di tengah pandemi.

Kritik juga disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Dia menyatakan menolak keras Permenaker Nomor 2/2022 itu.

Ia menegaskan, aturan tersebut merugikan buruh, utamanya jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Peraturan Menaker ini ditolak keras oleh KSPI dan buruh Indoneisa. Terkesan bagi kami ini menteri pengusaha atau menteri tenaga kerja?" kata Said dalam keterangan persnya yang disampaikan lewat video, dikutip Kompas.com.

Baca juga: Pekerja Baru Bisa Cairkan JHT 10-30 Persen Setelah 10 Tahun Kerja, Ini Penjelasan DJSN dan BP Jamsostek

Ia mengaku heran dengan diterbitkannya aturan tersebut. Sebab, uang JHT adalah tabungan pekerja sendiri. Maka, penarikan JHT bisa menjadi bekal bagi buruh untuk bertahan hidup jika terkena PHK.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com