JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi kekerasan aparat keamanan yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah soal penolakan warga atas penambangan batu andesit untuk Bendungan Bener seolah membangkitkan ingatan. Kejadian serupa juga dialami penduduk dalam proyek Waduk Kedung Ombo pada 1984 sampai 1991.
Proyek waduk Kedung Ombo bahkan masih menyisakan luka di hati masyarakat yang rumahnya atau lahannya diambil negara dengan alasan pembangunan.
Proyek itu dimulai pada 1984 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 1991.
Tujuan pembangunan waduk itu adalah untuk pengendalian banjir dan irigasi di daerah hilir, seperti Grobogan, Demak, Kudus, dan Pati. Waduk juga difungsikan sebagai pembangkit listrik berkekuatan 22.5 Megawatt.
Pembangunan itu memerlukan pengorbanan. Waduk yang terletak di tiga kabupaten, yakni Boyolali, Grobogan, dan Sragen, itu menenggelamkan 37 desa yang sebelumnya dihuni 5.268 keluarga atau lebih dari 15.000 jiwa.
Baca juga: Temuan Komnas HAM soal Kekerasan Aparat ke Warga Wadas: Ada yang Ditendang, Dipukul Kepalanya
Sejak awal proses pembebasan lahan, banyak kelompok masyarakat yang tidak setuju. Saat itu sebagian besar dari mereka hidup sebagai petani.
Alasan mereka karena nilai ganti rugi yang diberikan pemerintah tidak sepadan yakni sekitar Rp 700 per meter persegi untuk tanah pekarangan kelas satu, Rp 400 per meter persegi untuk tanah sawah, dan Rp 325 per meter persegi untuk tanah ladang.
Padahal menurut Soeparjo Rustam yang saat itu menjabat Menteri Dalam Negeri, besaran ganti rugi bagi penduduk adalah Rp 3.000 per meter persegi. Maka dari itu banyak penduduk setempat yang menolak.
"Padahal harga tanah di daerah luar genangan di dekat desa kami Rp 12.000 per meter pak," kata seorang warga.
Baca juga: Komnas HAM Minta Kapolda Jateng Beri Sanksi pada Aparat yang Lakukan Kekerasan di Desa Wadas
Hingga mendekati proses akhir pembangunan dan penggenangan, ratusan penduduk memilih bertahan di wilayah proyek waduk. Alhasil pemerintah daerah Boyolali sampai menerjunkan tim untuk membujuk warga supaya pindah dan menerima ganti rugi.
Intimidasi juga dilakukan oleh Panitia Pembebasan Tanah Pembangunan Waduk Kedung Ombo kepada penduduk. Bahkan aparat keamanan melontarkan tuduhan kalau kelompok masyarakat yang menolak pindah sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
Saat itu dilaporkan ada 25 orang penduduk yang kabur ke hutan karena takut usai dicap PKI. Mereka adalah bagian dari penduduk yang menolak menyerahkan tanahnya dengan nilai ganti rugi yang tidak sepadan.
Lebih memilukan pengakuan dari enam orang warga Kecamatan Kemusu ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Mereka mengatakan dipanggil dan diinterogasi non-stop oleh aparat kelurahan hingga Koramil, lantas Kartu Tanda Penduduk mereka secara sepihak diberi label eks tahanan politik.
Padahal pada penduduk itu sama sekali tidak pernah mengenal paham Komunisme.
"Kalau sudah dicap PKI atau eks tapol, kami bisa apa Pak?" kata seorang warga yang mengadu.
Baca juga: Kunjungi Desa Wadas, Ganjar Minta Maaf dan Dengarkan Keluhan Warga Soal Izin lokasi Tambang