KETIKA hadir secara hybrid dalam rangkaian dzikro hari lahir (harlah) ke-96 Nahdlatul Ulama (NU) akhir pekan lalu, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berbagi nuansa "magis" dengan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf.
Mega menyebut hubungan NU dengan PDI Perjuangan sangat dekat dan beriringan.
Sedang Gus Yahya, memosisikan PDI Perjuangan sebagai satu komponen senyawa untuk kejayaan Indonesia.
Hanya dengan kata sederhana, Megawati bisa dengan cerdas dan lugas menjelaskan "kedudukan" dua pilar besar ini, PDI Perjuangan dan NU, untuk konteks ke- Indonesia-an dalam peta dunia.
Mereka berasal dari unsur yang berbeda, tetapi fungsinya akan selalu saling melengkapi untuk satu tema besar; peradaban dunia.
Atas nama NKRI, mereka ditakdirkan beriringan dengan paralelitas yang kontras, tapi selalu bersama sejak di garis awal, hingga bertemu di garis akhir.
Itulah salah satu tafsir yang bisa dijelaskan kenapa Gus Yahya menyebut PDI Perjuangan sebagai satu komponen senyawa dengan NU.
Dari perspektif kimia, senyawa adalah zat murni yang terdiri dari dua atau beberapa unsur yang dapat dipecah-pecah menjadi unsur-unsur pembentuknya.
Molekul air adalah contoh senyawa kimia, yang terdiri dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen.
Secara umum, perbandingan ini harus "tetap" karena sifat fisikanya, bukan perbandingan yang dibuat oleh manusia.
Persis "kandungan" yang membentuk NU dan PDI Perjuangan. NU adalah sekumpulan kaidah mengenai mazhab dan manhaj soal cara beragama Islam dengan jalan mengadaptasi kekhasan Nusantara.
Sedang PDI Perjuangan adalah sitensa dari beragam kekayaan lokal, yang diramu Ir Soekarno dari hasil pemaknaannya atas nilai-nilai luhur yang berkembang di Tanah Air.
Ia, antara lain mengandung senyawa nasionalisme, nilai-nilai kemanusiaan indigenous, dan kesadaran religi yang transenden sehingga bermuara pada terbentuknya jati diri bangsa.
Seperti NU, PDI Perjuangan memanggul tema besar; kejayaan Indonesia Raya.