JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menjelaskan temuan awal penyelidikan meninggalnya seorang demonstran bernama Erfaldi (21) di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Sulawesi Tengah Dedi Askary mengungkapkan, Erfaldi tertembak dari bagian belakang.
“Erfaldi meninggal karena peluru tajam dari aparat yang mengenai bagian belakang sebelah kiri tembus di bagian dada,” sebut Dedi dalam keterangannya, Senin (14/2/2022).
Baca juga: Polisi Pulangkan 59 Orang yang Sempat Diamankan Terkait Unjuk Rasa di Parigi Moutong
Dedi menjelaskan temuan itu berdasarkan hasil visum pihak puskesmas yang melakukan visum pada jenazah korban.
“Ini terlihat dari kondisi luka sebagaimana yang dijelaskan oleh pihak Puskesmas Katulistiwa saat lakukan visum dan mengangkat proyektil yang tersisa dan hinggap di bagian tubuh korban,” paparnya.
Dedi menyampaikan Komnas HAM juga melakukan penyelidikan dengan mewawancarai beberapa pihak di Polres Parigi Moutong.
Berdasarkan keterangan Kabag Ops Polres Parigi Moutong AKP Junus Achpa pihak kepolisian mendapatkan instruksi untuk mengedepankan langkah humanis dan persuasif.
“Tidak melibatkan penggunaan peluru tajam atau senjata,” ucap Dedi.
Baca juga: Polri Klaim Sudah Ada Perlawanan Saat Unjuk Rasa di Parigi Moutong sehingga Dibubarkan Paksa
Ia menegaskan, pihak kepolisian harus segera menempuh langkah saintifik dengan melakukan uji balistik untuk segera menemukan pelaku penembakan.
“Sehingga, ada hasil pengujian ilmiah terkait perjalanan peluru di ruang udara dari senjata api pada sasaran tertentu, dalam hal ini terhadap korban,” imbuhnya.
Diketahui seorang warga sipil tertembak saat melakukan unjuk rasa terkait aktivitas tambang di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Sabtu (12/2/2022).
Baca juga: Kapolda Sulteng Minta Maaf atas Tertembaknya Seorang Demonstran di Parigi Moutong
Korban diduga meninggal dunia saat aparat membubarkan massa pengunjuk rasa yang memblokade Jalan Trans-Sulawesi di Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan.
Ujuk rasa berlangsung sejak pukul 12.00 hingga 24.00 Wita. Aksi tersebut dilakukan untuk menolak Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Trio Kencana pada wilayah itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.