JAKARTA, KOMPAS.com - Mahasiswa dari berbagai universitas di tanah air menyampaikan kritik dan saran terhadap program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang telah diluncurkan pemerintah sejak awal 2020.
Kritik dan saran itu disampaikan dalam forum rapat dengar pendapat (RDPU) bersama Komisi X DPR yang menaungi urusan pendidikan, Rabu (2/2/2022).
Salah satu kritik datang dari BEM KM Universitas Gadjah Mada (UGM). Menteri Koordinator Kemahasiswaan BEM KM UGM, Muhammad Khalid, menilai terdapat ketimpangan akses antarperguruan tinggi untuk melaksanakan program MBKM.
Baca juga: Katanya Merdeka Belajar, Kampus Merdeka, Kok Demo Saja Dilarang?
Menurut Khalid, perbedaan akreditasi dan status perguruan tinggi berdampak pada perbedaan kemampuan dalam mengakses kemitraan, kualitas, dan adaptabilitas kurikulum.
Selain itu, ketimpangan kompetensi SDM antaraakreditas kampus turut menambah ketidakadilan akses mahasiswa terhadap kesempatan yang ada.
"Lalu kemampuan ekonomi, tidak ada akomodasi khusus bagi mahasiswa tidak mampu akhirnya menimbulkan masalah baru," ujar Khalid.
Masalah lain yang dipaparkan BEM KM UGM yaitu soal kerentanan sosial. Khalid menuturkan, misalnya, belum ada jaminan perlindungan yang diatur secara spesifik, sehingga tak sedikit muncul kasus eksploitasi seperti pemagang yang dituntut kerja penuh waktu.
Kemudian soal teknis pelayanan, yaitu finansial, administrasi, layanan darurat, dan layanan informasi. Menurut Khalid, salah satu persoalan finansial, adalah pencairan insentif yang terlambat bahkan hingga bulan kelima.
BEM KM UGM pun mendorong agar pemerintah menyempurnakan regulasi dan panduan MBKM yang memposisikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi lebih sentral, sekaligus sebagai pengawas pelaksanaan.
Kemudian, adanya kuota tertentu untuk berbagai macam status dan akreditas perguruan tinggi, menjamin perlindungan sosial dan jaminan kesejahteraan peserta MBKM, serta melibatkan dan memberikan wewenang kepada organisasi mahasiswa untuk turut serta dalam mengusulkan proyek alternatif MBKM.
BEM Universitas Indonesia (UI) turut menyampaikan kritik soal program MBKM. Wakil Ketua BEM UI Bayu Satria Utomo mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukan BEM UI, permasalahan yang dihadapi mahasiswa yaitu soal konversi satuan kredit semester (SKS), minimnya informasi MBKM, dan pencairan insentif tidak tepat waktu.
BEM UI merekomendasikan pemerintah agar melakukan sosialisasi MBKM hingga ke tingkat program studi. Bayu menuturkan, kurangnya sosialiasi hingga ke tingkat prodi menyebabkan ketidaksiapan prodi dalam menyusun kurikulum.
Baca juga: Dukung Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, Wapres: Lulusan Perguruan Tinggi Diharapkan Makin Tangguh
Kemudian, meminta pemerintah memperbaiki kurikulum MBKM terkait konversi SKS dan jumlah SKS.
"Konversi SKS seharusnya fleksibel dan dapat dilakukan penyetaraan bagi setiap angkatan disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa," kata Bayu.
Berikutnya, monitoring berkala implementasi kebijakan program MBKM ke universitas dan memperbaiki mekanisme pemberian insentif.