JAKARTA, KOMPAS.com - Etnis Tionghoa merayakan tahun baru Imlek 2573 pada Selasa (1/2/2022).
Perlu diingat bahwa penggunaan istilah "Tionghoa" di Indonesia tak bisa lepas dari peran Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Persisnya Maret 2014, SBY mengganti istilah "China" dengan "Tionghoa".
Baca juga: Prabowo: Apa yang Dilakukan Pemimpin Tiongkok Harus Kita Pelajari
Langkah itu dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pres.Kab/6/1967, Tanggal 28 Juni 1967. Keppres itu ditetapkan pada 12 Maret 2014.
"Mencabut dan menyatakan tidak berlaku Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pres.Kab/6/1967, tanggal 28 Juni 1967," bunyi petikan Keppres.
"Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka dalam semua kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, penggunaan istilah orang dan atau komunitas Tjina/China/Cina diubah menjadi orang dan atau komunitas Tionghoa dan untuk penyebutan negara Republik Rakyat China diubah menjadi Republik Rakyat Tiongkok," lanjutan Keppres.
Dalam Keppres itu dikatakan bahwa Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pres.Kab/6/1967 yang pada pokoknya mengganti penggunaan istilah "Tionghoa/Tiongkok" dengan istilah "Tjina" dinilai telah menimbulkan dampak psikososial-diskriminatif dalam relasi sosial yang dialami warga Indonesia keturunan Tionghoa.
Baca juga: Sejarah Masjid Jami Kebon Jeruk, Saksi Bisu Penyebaran Islam dari Tiongkok
Sementara, pandangan dan perlakuan diskriminatif terhadap seseorang, kelompok, komunitas, dan atau ras tertentu pada dasarnya melanggar nilai prinsip perlindungan HAM, sehingga bertentangan dengan UUD 1945, Undang-undang tentang HAM, dan UU tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Alasan lain Keppres ini diterbitkan adalah juga ketika UUD 1945 ditetapkan, para perumus UUD tidak menggunakan sebutan "Cina", melainkan menggunakan frasa "peranakan Tionghoa".
Istilah ini merujuk pada orang-orang bangsa lain yang dapat menjadi warga negara jika kedudukan dan tempat tinggalnya di Indonesia mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada NKRI.
Langkah yang ditempuh SBY itu menjadi bagian dari perjalanan panjang sejarah etnis Tionghoa di Indonesia.
Dikutip dari buku Nusa Jawa: Silang Budaya-Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris (2005) karya Denys Lombard, masyarakat China mulai migrasi ke Indonesia sejak permulaan masehi. Perayaan Imlek mulai dilakukan sejak saat itu.
Pada era Orde Lama, Imlek tidak bisa lepas dari dinamuka politik Tanah Air. Saat itu, Presiden Soekarno membangun persahabatan dengan pemerintah China, sehingga perayaan Imlek diberi tempat.
Baca juga: Asal-usul Kota Singkawang, dari Pasukan Tiongkok yang Terdampar Saat Tinggalkan Jawa
Soekarno juga menerbitkan Ketetapan Pemerintah tentang Hari Raya Umat Beragama Nomor 2/OEM Tahun 1946.
Pada butir Pasal 4 disebutkan, Tahun Baru Imlek, Ceng Beng (berziarah dan membersihkan makam leluhur) dan hari lahir serta wafatnya Khonghucu ditetapkan sebagai hari libur.