Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Terbaru Kerangkeng Bupati Langkat: Ada Korban Jiwa hingga Keluarga Diminta Tanda Tangan Surat Tak Menuntut

Kompas.com - 31/01/2022, 09:21 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyelidikan tentang kerangkeng manusia di belakang rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin, terus dilakukan.

Kasus ini pertama kali diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat (Migrant Care). Menurut Migrant Care, pihaknya menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara, di dalam rumah Terbit.

Diduga, kerangkeng itu digunakan sebagai penjara bagi para pekerja sawit yang bekerja di ladang bupati yang belakangan jadi tersangka suap itu.

Baca juga: Investigasi Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Nonaktif Langkat, LPSK: Terjadi Penahanan Ilegal

Sementara, Terbit sendiri mengeklaim bahwa kerangkeng di rumahnya merupakan tempat pembinaan bagi warga Langkat yang menjadi penyalah guna narkotika.

Dalam perkembangannya, ditemukan fakta-fakta baru mengenai kasus ini, baik yang diungkap oleh pihak kepolisian maupun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Korban meninggal lebih dari satu

Berdasarkan penelusuran, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkap, kerangkeng Bupati Langkat digunakan sebagai tempat rehabilitasi pecandu narkoba.

Namun demikian, terjadi kekerasan dalam kerangkeng tersebut hingga memakan korban jiwa. Diduga, ada lebih dari satu penghuni yang meninggal sejak kerangkeng itu didirikan pada 2012.

“Faktanya, kita temukan memang terjadi satu proses rehabilitasi yang cara melakukannya memang penuh dengan catatan kekerasan fisik sampai hilangnya nyawa," kata dia dalam jumpa pers di Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut), Sabtu (29/1/2022).

Baca juga: KPK Bakal Telusuri Pembelian Mini Cooper Bupati Nonaktif Langkat untuk Anaknya

Anam menjelaskan, Komnas HAM telah menelusuri kasus kematian itu dan telah menemukan bukti-bukti yang kuat.

Meninggalnya tahanan diduga karena mendapat penganiayaan. Penganiayaan tersebut disinyalir dilakukan secara terstruktur dan sistematis.

"Cara merehabilitasi penuh dengan catatan kekerasan, kekerasan yang sampai hilangnya nyawa,” ucapnya, dikutip dari Tribun Medan.

Menurut Anam, fakta tersebut diperoleh dari pengakuan dan testimoni sejumlah warga yang diyakini pernah melihat peristiwa itu.

Berdasarkan penuturan saksi, lanjut Anam, korban yang mendapat penganiayaan itu adalah mereka yang baru masuk kerangkeng selama empat sampai enam pekan pertama.

Alasan penganiayaan disebut karena korban melawan.

"Jadi kami menelusuri, kami dapat (temuan korban meninggal). Temen-temen Polda menelusuri juga dapat (korban meninggal) dengan identitas korban yang berbeda," ungkapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com