Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Pemilu Serentak dan Persoalan Rasionalitas Pemilih

Kompas.com - 24/01/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Wawan Ichwanuddin

PADA November 2021, Mahkamah Konstitusi kembali menolak permohonan untuk mengubah model pemilu lima kotak suara.

MK menyatakan bahwa opsi model yang dimohonkan oleh para pemohon sudah diakomodir dalam putusan sebelumnya dan perubahan keserentakan pemilu merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.

Namun, hingga awal 2022, baik pemerintah maupun DPR belum mengagendakan perubahan apapun terkait pemilu.

Tulisan ini akan mengajukan argumen bahwa ada persoalan serius terkait rasionalitas pemilih yang berdampak pada tidak bekerjanya efek ekor jas dan (semakin) maraknya pertukaran klientelistik.

Hal ini seharusnya menjadi pertimbangan diperlukannya perubahan skema pemilu serentak.

Tidak bekerjanya efek ekor jas

Argumen pokok diterapkannya skema pemilu serentak adalah untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensial.

Penyelenggaraan pileg dan pilpres yang terpisah dianggap telah membatasi kebebasan pemilih karena koalisi pilpres yang dibentuk partai-partai dianggap membelokkan kehendak pemilih.

Dukungan partai pilihan pemilih di pilpres justru berbeda dengan keinginan pemilih, baik keinginan untuk memisahkan ataupun menyatukan dukungan dalam dua pemilu berbeda (Kemendagri, 2016).

Penguatan sistem pemerintahan presidensial dimaksud diharapkan tercapai dengan berlakunya efek ekor jas, di mana pemilih akan memilih partai yang mencalonkan pasangan calon pilihannya.

Penyatuan tiket suara ini dianggap akan menghasilkan pemerintahan dengan dukungan parlemen yang kuat sehingga bisa berjalan stabil dan efektif.

Namun, jika dilihat berdasarkan pengelompokan koalisi pada Pileg 2014 dan 2019, dukungan terhadap partai-partai pendukung pemenang pilpres secara agregat sebenarnya tidak banyak berbeda.

Pada Pileg 2019, perolehan suara PDI-P, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, Hanura, PKPI, Perindo, dan PSI adalah 62,29 persen.

Pada Pileg 2014, perolehan suara partai-partai yang sama, minus Perindo dan PSI yang belum mengikuti pemilu, sekitar 63,7 persen.

Angkanya malah turun meski kecil, meskipun selalu lebih tinggi perolehan suara Jokowi di kedua pilpres, masing-masing 53,15 persen dan 55,32 persen.

Kecilnya perubahan ini menunjukkan bahwa efek ekor jas tidak cukup bekerja. Perolehan suara partai secara umum tidak ditentukan oleh faktor capres-cawapres yang diusung.

Faktor-faktor lain, terutama kerja para calegnya lebih penting. Dukungan mayoritas di parlemen kepada Jokowi di periode keduanya lebih disebabkan oleh keberhasilannya menggalang dukungan partai-partai sejak pencalonan.

Lalu, kondisi apa yang membuat kerja caleg lebih berpengaruh?

Sejak diterapkannya sistem perwakilan proporsional daftar terbuka dengan suara terbanyak pada 2009, kampanye pileg semakin berpusat pada caleg.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com