Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Heru Hidayat Lolos dari Hukuman Mati, Jaksa: Ini Berbeda Dengan yang Kami Minta

Kompas.com - 18/01/2022, 23:26 WIB
Tatang Guritno,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung menyatakan akan menggunakan waktu yang diberikan untuk menentukan sikap atas putusan majelis hakim pada terdakwa korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) (Persero), Heru Hidayat.

Adapun majelis hakim menyatakan Heru bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama namun memutuskan untuk menjatuhkan putusan nihil padanya.

“Hakim mempertimbangkan bahwa terdakwa sudah dihukum seumur hidup di perkara Jiwasraya. Tentu ini berbeda dengan yang kita mintakan pada kesempatan yang lalu dengan pidana mati,” sebut tim JPU, Wagiyo S pasca persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (18/1/2022).

Baca juga: Terdakwa Kasus Asabri, Heru Hidayat, Dijatuhi Pidana Tambahan Berupa Uang Pengganti Rp 12,6 Triliun

Terkait putusan itu, lanjut Wagiyo, pihaknya akan menggunakan waktu yang diberikan majelis hakim selama 7 hari untuk menentukan sikap.

“Jadi kami akan diskusikan, menunggu putusan lengkap untuk kami jadikan bahan menentukan sikap dalam hal ini,” ucap dia.

Wagiyo juga memberikan respons atas keputusan majelis hakim yang mengesampingkan tuntutan jaksa.

Majelis hakim berpendapat bahwa tuntutan jaksa tidak sesuai dengan surat dakwaan.

Baca juga: Divonis Nihil, Terdakwa Kasus Asabri Heru Hidayat Lolos dari Tuntutan Hukuman Mati

Sebab jaksa mendakwa Heru dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.

Namun justru menuntutnya dihukum mati dengan Pasal 2 Ayat (2) dalam UU yang sama.

“Jadi Pasal 2 Ayat (2) merupakan pemberatan. Bukan unsur. Jadi keadaan-keadaan yang memberatkan,” kata dia.

Baca juga: Profil Heru Hidayat, Terdakwa Kasus Asabri yang Dituntut Hukuman Mati

“Kalau kita mendakwakan unsur tindak pidana korupsi apakah ada keadaan-keadaan yang memberatkan, nah itu yang kita masukan sebagai alasan dasar kita melakukan tuntutan mati,” imbuh Wagiyo.

Dalam perkara ini Heru juga dinyatakan telah menikmati uang hasil korupsi.

Maka majelis hakim menjatuhkan pidana pengganti senilai Rp 12,643 triliun padanya.

Heru dinilai terbukti melanggar Pasal Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.

Majelis hakim juga menyatakan Heru terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sesuai Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Nasional
Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Nasional
Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com