JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan modus serangan pada kasus pelanggaran kebebasan berpendapat selama tahun 2020-2021.
Menurut Analis Pelanggaran HAM Komnas HAM, Arief Rahman modus yang sering digunakan adalah peretasan.
“Peretasan menjadi modus paling tinggi dalam kasus pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi dengan 18 kasus,” tutur Arief dalam konferensi pers virtual, Senin (17/1/2022).
Arief memaparkan mayoritas peretasan terjadi pada aktivis dan jurnalis.
Baca juga: Merasa Difitnah Pelapor di Kasus Terorisme, Munarman Akan Tuntut di Akhirat
“Korban aktivis sebanyak 4 kasus, jurnalis 3 kasus, dan penggiat anti korupsi 3 kasus,” katanya.
Selain itu, lanjut Arief, modus peretasan bertambah dari tahun 2020 dan tahun 2021.
“Terdapat 7 kasus peretasan di tahun 2020, dan 11 kasus pada 2021,” ucap dia.
Arief juga mengungkapkan ada tiga isu yang memicu terjadinya peretasan, yaitu terkait polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kritik pada presiden, wakil presiden dan pejabat negara serta penanganan pandemi Covid-19.
Baca juga: Panglima TNI Tunggu Proses Hukum Terkait Kasus Proyek Satelit Militer Kemenhan
“Sebanyak 6 kasus peretasan terkait polemik TWK, 4 kasus peretasan pada pengkritik pejabat negara dan 3 kasus peretasan terkait kritik pada penanganan pandemi Covid-19,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Komnas HAM mencatat terjadi 44 kasus pelanggaran kebebasan berpendapat.
Sebanyak 21 kasus terjadi di ruang digital, 18 kasus kriminalisasi dan 8 kasus intimidasi, ancaman dan teror.
Komnas HAM mengetahui adanya kasus-kasus tersebut serta turut melakukan penanganan dari pelaporan langsung dan monitoring media.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.