Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Dawam
Anggota Kompolnas

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) periode 2020-2024. Anggota Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta selama dua periode, sejak 2012 hingga 2020.

Polri dan Inovasi Deradikalisasi

Kompas.com - 07/01/2022, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM amanatnya pada peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2021, Presiden Joko Widodo mengingatkan kita agar semakin menguatkan ideologi Pancasila berhadapan dengan ancaman ideologi trans-nasional. Peringatan Presiden ini mesti kita sambut dengan melakukan deradikalisasi secara struktural, sistematis, dan masif.

Yang dimaksud dengan ideologi trans-nasional oleh Presiden tentu merujuk pada ideologi internasional yang mengancam bangsa kita. Dari sayap kiri terdapat liberalisme dan komunisme. Sedangkan dari sayap kanan terdapat radikalisme keagamaan yang memang berangkat dari kesalahan dalam memahami agama Islam.

Baca juga: Sepanjang 2021, Sebanyak 122 Narapidana Terorisme Berikrar Setia pada NKRI

Ideologi ini disebut islamisme, yakni Islam sebagai ideologi (mabda’) yang berbeda dengan Islam sebagai agama. Apakah bedanya? Sebagai agama, Islam adalah nilai-nilai luhur yang mengedepankan kasih kepada semesta (rahmatan lil ‘alamin). Kasih Islam merupakan cerminan dari kasih Allah SWT, bukan hanya kepada umat Islam, tetapi kepada semesta. Artinya kepada semua makhluk, bukan hanya ras manusia.

Oleh karenanya, alih-alih menghalalkan penggunaan kekerasan dalam mendakwahkan agama; Islam justru mengutuk tindakan kekerasan sebagai hal yang dilarang Allah SWT. Surat al-Maidah: 32 misalnya menyatakan, “Man qatala al-nafsan bighairi nafsin au fasadin fi al-ardli fakaannama qatala al-naasa jami’a”. Artinya, barangsiapa membunuh seseorang tanpa alasan orang itu telah membunuh orang lain atau karena ia telah merusak bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh seluruh umat manusia.

Berkaca dari ayat itu, maka terorisme yang melenyapkan nyawa orang atas nama Tuhan, ternyata dikutuk oleh Tuhan sendiri.

Hanya saja nilai-nilai yang penuh kasih dari Islam ini kemudian “dikorupsi” oleh kelompok radikal yang menempatkan agama sebagai ideologi. Menjadikan agama sebagai ideologi, justru mereduksi keluasan agama, hanya menjadinya sebagai keyakinan politik sebuah kelompok.

Padahal sejak awal, agama bukan politik, meskipun ia memberikan landasan moral bagi kegiatan politik.

Tiga varian ideologi islamisme di Indonesia

Jika dipetakan, terdapat tiga varian ideologi islamisme di Indonesia. Pertama, Salafi Wahabi. Salafi-Wahabi (yang ingin mengembalikan Islam ke masa Nabi dan Sahabat Nabi) lahir dari ajaran Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792), tokoh konservatif dari Arab Saudi.

Sebagai ajaran yang tertutup, wahabisme menolak filsafat, tasawuf, dan tradisi lokal Islam.

Baca juga: Deradikalisasi Tak Akan Berhasil jika Gunakan Pendekatan Kekuasaan

 

Di Indonesia, kelompok Salafi Wahabi ini gemar menuduh budaya Islam di Indonesia sebagai budaya yang menyimpang dari Islam murni. Padahal yang mereka maksud dengan Islam murni adalah budaya Islam ala Saudi Arabia.

Meskipun menolak budaya Islam Indonesia, Salafi Wahabi tidak otomatis berpolitik dengan mencitakan pendirian Negara Islam.

Empat napi kasus terorisme mengucapkan ikrar kembali ke NKRI. Keempatnya masuk jaringan JAD di Lampung.KOMPAS.COM/TRI PURNA JAYA Empat napi kasus terorisme mengucapkan ikrar kembali ke NKRI. Keempatnya masuk jaringan JAD di Lampung.
Kedua, Salafi Haroki, yakni kelompok Salafi pergerakan yang ingin mendirikan negara Islam. Di Timur Tengah, kelompok ini diwakili oleh Ikhwanul Muslimin (IM) Mesir, dan Hizbut Tahrir (HT) di Palestina. Kedua gerakan ini kemudian menyebar ke seluruh dunia. IM ingin mendirikan Negara Islam (Daulah Islamiyyah) melalui sistem dan prosedur demokrasi, sehingga mendirikan partai politik. Sementara HT hendak membangun kekhilafahan Islam global (Khilafah Islamiyyah). Kelompok ini berjuang di luar sistem demokrasi, karena menilai demokrasi sebagai sistem kafir.

Di Indonesia terdapat IM dan HT. Pada tahun 2017, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan pemerintahan Presiden Jokowi melalui Perppu No. 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Ketiga, Salafi Jihadi, yakni kelompok Salafi yang menggunakan strategi militer. Kelompok ini merupakan “alumni” perang Afghanistan yang mempraktikkan perang militer untuk melawan Barat (Amerika Serikat).

Sayangnya, Indonesia dinilai sebagai negara yang berkiblat pada Barat dalam hal sistem kenegaraan, sehingga bangsa kita dimasukkan sebagai wilayah perang (dar al-harbi). Itulah mengapa mereka “halal” melakukan teror di negeri ini sebagai bagian dari perang militer di daerah perang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com