Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Kasus Wali Kota Bekasi: Sekali Lagi, Korupsi dan Jual Beli Jabatan!

Kompas.com - 06/01/2022, 21:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jual beli jabatan adalah modus korupsi kepala daerah hasil pilkada, selain proyek pengadaan. Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, diduga melakukannya juga.

Pertanyaan yang perlu dirawat dan mendapatkan jawab, apakah kita masih harus berjibaku 200 tahun lagi untuk mengenyahkan korupsi?

===

PADA Agustus 2021, Kabupaten Probolinggo di Jawa Timur geger. Tokoh politik senior di wilayah itu tertangkap tangan. Tak sendirian, dia ditangkap bersama istri dan 20 orang lain.

Kasusnya, jual beli jabatan. Tokoh senior itu adalah Hasan Aminuddin yang pernah dua periode menjadi Bupati Probolinggo. Saat tertangkap, dia adalah anggota DPR, bahkan pimpinan salah satu komisi.

Bersama Hasan, ditangkap juga Bupati Probolinggo, Puput Tantriana, yang adalah istri Hasan. Dari 20 orang tersangka yang turut ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 18 di antaranya adalah kepala desa yang menyerahkan suap kepada Puput dan Hasan.

Dua orang yang lain adalah Camat Krejegan, Doddy Kurniawan, dan Camat Paiton, Ridwan. Mereka ada di posisi sebagai penerima suap seperti halnya Puput dan Hasan. 

Modusnya, para penyuap menyerahkan uang Rp 20 juta plus upeti penyewaan tanah kas desa senilai Rp 5 juta per hektar, agar bisa menjadi penjabat kepala desa. Uangnya diserahkan ke Puput melalui Hasan lewat perantaraan Doddy dan Ridwan.

Probolinggo belum usai, muncul Bekasi

Kasus di Probolinggo belum lagi mendatangkan vonis bagi para pelaku. Sejumlah berkas bahkan baru dilimpahkan ke pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) pada pengujung Desember 2021. 

Tampaknya, pengungkapan kasus demi kasus korupsi termasuk dalam hal jual beli jabatan tak bikin orang kapok. Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, terjaring operasi tangkap tangan KPK karena persoalan serupa pada Rabu (5/1/2022).

KPK menangkap tangan Rahmat saat diduga menerima "upeti". Bersama operasi tangkap tangan tersebut, barang bukti yang didapat mencakup uang tunai miliaran rupiah.

Baca juga: BREAKING NEWS: Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Jadi Tersangka Suap Rp 5,7 Miliar

Dugaan kasus korupsi yang menjerat Pepen—nama panggilan Rahmat Effendi—memperpanjang daftar kepala daerah hasil pemilu kepala daerah (pilkada) yang terjerat perkara jual beli jabatan. 

Sebelum kasus di Probolinggo saja sudah ada setidaknya tujuh kasus serupa, yang dilakukan tentu saja oleh kepala daerah. Dua Bupati Nganjuk dari periode jabatan yang berbeda ada di dalam daftar ini, yaitu Taufiqurrahman yang menjabat pada periode 2013-2018 dan Novi Rahman Hidayat yang mulai jadi bupati pada 2018.

Lima kasus lain bermodus jual beli jabatan adalah perkara yang menjerat Bupati Klaten Sri Hartini, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, Bupati Kudus Muhammad Tamzil, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, dan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.

Ini baru yang ketahuan, tentu saja. 

Baca juga: Rincian Suap Rp 12,8 Miliar yang Diterima Bupati Klaten

Dalam kasus Novi, nilai suapnya mulai dari Rp 20 juta dan Rp 700.000 sebagai uang terima kasih atas mutasi dan promosi para penyuap hingga Rp 50 juta dari terdakwa lain yang dilantik Novi menjadi camat. 

Adapun kasus Tanjungbalai menjadi seru karena nama penyidik dan pimpinan KPK ikut terseret. Meskipun, bagian ini terjadi setelah berkas perkara awal bergulir ke meja pimpinan KPK.

Si penyidik KPK sudah diperkarakan, pimpinannya belum. Kasus penyidik KPK ini menyeret pula politisi partai Golkar yang pernah menjadi pimpinan DPR, Azis Syamsuddin, baik terkait kasus Bupati Tanjungbalai maupun perkara lain.

Baca juga: Nama Azis Syamsuddin di Pusaran Kasus Korupsi...

Lain lagi perkara Sri. Bukan satu-satunya di Indonesia, sebenarnya, figur Sri adalah potret kasat mata politik dinasti. 

Sri adalah istri Bupati Klaten periode 2000-2005, Haryanto Wibowo. Pada 2010-2015, Sri menjadi wakil bupati mendampingi Sunarna, Bupati Klaten periode 2005-2015. Pada Pilkada 2015, Sri berpasangan dengan Sri Mulyani yang adalah istri Sunarna, dan memenangi hajatan itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com