Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Micro Lockdown" Diragukan Efektif Cegah Penyebaran Omicron

Kompas.com - 29/12/2021, 16:12 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman ragu, rencana pemerintah untuk kembali menerapkan micro lockdown atau karantina wilayah berbasis mikro untuk mencegah penyebaran varian Omicron melalui transmisi lokal, akan berjalan sesuai harapan.

Pasalnya, menurut dia, kebijakan ini mensyaratkan hal mendasar, yaitu kecepatan deteksi dini kasus Covid-19.

"Menurut saya, agak sulit melakukan ini, walau bukan tidak mungkin. Bagaimana pun, kita tidak punya kemampuan tes yang besar," ujar Dicky kepada Kompas.com, Rabu (29/12/2021) siang.

Ia pun mencontohkan ketika Indonesia mengalami puncak gelombang pertama maupun kedua Covid-19. Menurut dia, Indonesia hanya mampu menemukan kasus-kasus Covid-19 yang sifatnya puncak gunung es.

Baca juga: Satgas Covid-19: Konsep Micro Lockdown Bagian dari PPKM Mikro yang Sedang Berjalan

Banyak kasus yang tak teridentifikasi, sehingga akhirnya tidak dilakukan isolasi dan berdampak pada penyebaran virus secara besar-besaran tanpa terkendali.

Dugaan ini didukung oleh hasil survei serologi, misalnya. Pada awal 2021, sebelum varian Delta merebak, DKI Jakarta dengan kapasitas tes paling baik se-Indonesia saja hanya mampu mendeteksi sekitar 10 persen dari kasus Covid-19 yang ada, demikian hasil survei Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

"Kalau bicara PPKM Mikro, itu bisa saja dilakukan, tetapi keberhasilannya ditentukan oleh kemampuan kita mendeteksi kasus secara cepat awal. Sehingga, begitu ada kasus, cepat ketahuan, dan cepat dilokalisasi," kata Dicky.

Selain kapasitas tes yang tidak besar, Indonesia juga masih bermasalah dalam melakukan pelacakan kontak.

Kebanyakan tes Covid-19 dilakukan pada orang bergejala, sementara kasus Omicron lebih kecil kemungkinan menimbulkan gejala, terutama pada warga tervaksinasi.

Baca juga: Yogyakarta Terapkan PPKM Mikro Jelang Libur Tahun Baru, Obyek Wisata Tetap Buka

"Tantangannya, PPKM Mikro harus disolusikan dengan sistem deteksi dini yang kuat dengan cara proaktif. Misalnya, di suatu wilayah ada yang curiga, bergejala, atau kontak langsung, langsung tes antigen. Sekarang testing-nya pasif, (hanya) orang bergejala datang ke fasilitas kesehatan," ungkap Dicky.

"Dan tesnya harus gampang diakses, termasuk gratis. Kalau tidak gratis, orang juga malas," tutupnya.

Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan telah mengonfirmasi 68 temuan kasus Covid-19 akibat varian Omicron.

Mayoritas kasus disebut berasal dari mancanegara, meski sejumlah ahli menduga bahwa transmisi lokal sudah terjadi sejak bulan lalu.

Pemerintah saat ini memberlakukan sistem karantina selama 10 hari bagi pendatang dari mancanegara.

Namun, secara khusus, hanya 13 negara yang warganya dilarang masuk ke Indonesia, yakni Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambik, Eswatini, Malawi, Angola, Zambia, Britania Raya, Denmark, dan Norwegia.

Baca juga: Jelang Tahun Baru, Pemprov NTB Siap Terapkan Mikro Lockdown

Padahal, dari 47 kasus Omicron yang sejauh ini ditemukan pemerintah, banyak di antaranya terbukti berasal dari negara-negara selain 13 negara tadi, di antaranya Malaysia, Kenya, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Mesir, Malawi, Spanyol, Inggris, dan Turki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com