Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat Tanggapi Kritik soal Sikap Inkonsisten tentang Presidential Threshold: Politik Itu Dinamis

Kompas.com - 19/12/2021, 21:40 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menilai, dinamika yang muncul setelah Demokrat berharap agar Presiden Joko Widodo meneken peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menghapus aturan presidential threshold dari 20 persen menjadi 0 persen, merupakan hal yang biasa.

Menurut dia, dalam politik wajar bila terjadi dinamika mengikuti hal yang berkembang di tengah masyarakat.

"Politik itu senantiasa dinamis sebagai respon atas dinamika yang berkembang di masyarakat. Dalam perjalanannya mencari dan menemukan bentuk wujud terbaik sebagai ikhtiar pendewasaan demokrasi adalah wajar jika ada up and down, trial and error dan sebagainya," kata Kamhar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (19/12/2021).

Sejumlah pihak sebelumnya mempertanyakan sikap Demokrat yang berubah terhadap ketentuan presidential threshold.

Baca juga: Dulu Golkan Angka 20 Persen Demi SBY, Kini Demokrat Minta Presidential Threshold 0 Persen

Menurut Kamhar, perubahan dalam bersikap yang ditunjukkan Demokrat mengenai presidential threshold merupakan konsekuensi logis untuk mencapai demokrasi lebih tinggi derajat dan kualitasnya.

Oleh karena itu, Demokrat disebut menampung aspirasi yang berkembang di masyarakat perihal tingginya presidential threshold sebesar 20 persen.

"Lebih kontekstual dan kekinian sesuai dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat," ucapnya.

Di sisi lain, Kamhar beralasan, presidential threshold 20 persen juga menjadi tak relevan lagi karena Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) dilaksanakan secara serentak pada 2024.

Dia berpandangan, hal tersebut berbeda dengan Pemilu 2004 dan 2009 yang menerapkan presidential threshold, lantaran lebih dahulu Pileg baru kemudian Pilpres.

"Sehingga, besaran perolehan Pileg dipersepsikan sebagai insentif politik tambahan bagi partai politik yang telah mendapatkan mandat rakyat sebagai perwakilannya di parlemen untuk Pilpres," tutur Kamhar.

Baca juga: Pasal Presidential Threshold: Berkali-kali Digugat, Berulang Kali Ditolak MK

Masih dengan argumennya, Kamhar mengungkapkan bahwa presidential threshold 20 persen juga telah menyajikan tontonan di mana terhambatnya putra putri bangsa dalam kontestasi kepemimpinan nasional.

Ia mencontohkan hal tersebut dengan berkaca pada dua pemilu terakhir yaitu Pemilu 2014 dan 2019. Dia menyebut, presidential threshold menjadi batu sandungan dan penghambat bagi tampilnya putra putri terbaik bangsa di kancah kontestasi Pilpres.

"Malah dijadikan alat politik yang hanya menyajikan dua pasang calon sehingga terjadi pembelahan di masyarakat yang semakin membuka lebar jurang distoris demokrasi," terangnya.

Kamhar menilai, hal itu menjadi sebuah kewajaran jika publik dan kelompok masyarakat madani merespons untuk menghilangkan presidential threshold 20 persen.

Pasalnya, ia berpendapat presidential threshold sebesar itu terlalu berisiko bagi kelangsungan demokrasi karena menghambat banyaknya putra putri yang bersaing untuk memimpin bangsa.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com