JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi menjelaskan duduk persoalan mengapa Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana tak kunjung terselesaikan, bahkan tak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.
Menurut Baidowi, RUU itu tak masuk karena pada saat rapat penyusunan di Baleg, pemerintah pun tidak menyertakannya sebagai RUU usulan untuk Prolegnas Prioritas.
"Ya kalau enggak diusulkan di 2022, kemarin ketika rapat Prolegnas, itu kan enggak diusulkan. Waktu membahas Prolegnas Prioritas 2022 kan itu terbuka disampaikan, rapatnya terbuka, ada enggak RUU itu diajukan?," kata Baidowi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/12/2021).
Diketahui, Baleg telah menetapkan 40 RUU masuk daftar Prolegnas Prioritas 2022. Adapun hal tersebut diputuskan dalam rapat kerja Baleg dengan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (6/12/2021).
Baca juga: Ketika DPR Diminta Mengerti Pentingnya RUU Perampasan Aset untuk Berantas Korupsi
Dalam 40 RUU itu, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana tidak masuk dalam daftarnya, baik melalui usulan DPR, usulan Pemerintah, usulan DPD, maupun daftar RUU Kumulatif Terbuka.
Menyikapi hal tersebut, Baidowi mengeklaim pihaknya lantas tak bisa menjadi satu-satunya yang disalahkan akan tersendatnya RUU Perampasan Aset.
Pasalnya, ia menekankan bahwa dalam praktiknya, penyusunan undang-undang membutuhkan keterlibatan antara DPR dan pemerintah.
Sehingga, jika pemerintah sendiri tidak mengusulkan RUU tersebut masuk dalam Prolegnas Prioritas, maka Baleg pun tidak dapat menyetujuinya.
"Ya kalau enggak diajukan, kenapa kita mau menyetujui. Jadi jangan semuanya DPR menjadi sasaran. RUU itu diajukan enggak kemarin, ketika penyusunan prolegnas? Kok tiba-tiba kita yang jadi sasaran gitu lho," jelas Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR itu.
Oleh karena itu, Baidowi meminta seluruh pihak untuk mengetahui duduk persoalannya seperti apa, sehingga RUU Perampasan Aset kembali tak masuk Prioritas 2022.
Baca juga: Pemerintah dan DPR Perlu Duduk Bersama Urai Persoalan RUU Perampasan Aset
Menurut dia, hal ini perlu diketahui agar DPR tidak terus-terusan menjadi sasaran tembak jika suatu UU yang mendesak untuk dihadirkan, justru tak kunjung terwujud.
"Jadi begitu ya, jadi dilihat dulu akar masalahnya. RUU Perampasan Aset itu diusulkan tidak? Kalau ndak, ya ndak mungkin kita utak atik, begitu kan," imbuh dia.
Di sisi lain, pria yang akrab disapa Awiek itu mengungkapkan bahwa semua pihak juga perlu mengetahui terkait mekanisme penyusunan peraturan perundang-undangan di DPR.
Adapun mekanismenya, kata Awiek, tidak semua RUU yang akan diserahkan kepada Baleg bakal menjadi pembahas RUU.
Mekanisme itu dimulai ketika Presiden mengirimkan surat kepada pimpinan DPR agar membahas RUU.