SUSAN Mubarak, lulusan Magister Sosiologi American University di Cairo, tentu merasa lebih pintar dari suaminya, yang konon kabarnya tak pernah membaca koran sebelum ditunjuk Anwar Sadat menjadi wakil presiden Mesir.
Dengan perasaan demikian, sangat wajar kalau Susan Mubarak merasa dirinya sebagai seorang King Maker.
Hosni Mubarak memang terkenal sebagai action man, bukan seorang "thinker."
Namun rencana Susan untuk menggantikan Hosni di puncak kekuasaan Mesir dengan Gamal Mubarak dihadang Arab Spring. Susan pun tak berkutik.
Setelah Hosni Mubarak terpilih lagi untuk keempat kalinya sebagai Presiden Mesir, Susan sudah menyiapkan Gamal Mubarak sebagai penerusnya.
Gamal yang sudah banyak membangun jaringan strategis dengan pengusaha dan elite politik kemudian masuk partai dan memulai karir politik.
Tapi Hosni ternyata masih berhasrat untuk terus berkuasa, sehingga perang dingin terjadi di dalam "Mubarak Family" tersebut.
Di satu sisi ada Susan dan Gamal, di sisi lain ada Hosni dan Ala Mubarak yang netral.
Sampai akhirnya pada tahun 2009, sang cucu kesayangan Hosni meninggal dunia karena penyakit.
Cucu tersebut adalah Muhammed, anak dari Ala, kakak Gamal Mubarak.
Konon santer dikabarkan bahwa Hosni ikut terkubur bersama cucunya, karena begitu sayangnya kepada sang cucu.
Hosni siap-siap untuk "step down," secara prosedural tentunya, setelah infrastruktur politik Gamal siap.
Di sisi lain, Gamal akhirnya memang memenangkan pemilihan secara telak, dengan banyak kecurangan dan lainnya di pemilihan 2010.
Ketika itu, Gamal menjadi sosok penguasa mayoritas yang nyaris tanpa oposisi di Parlemen.
Secara kasat mata, semua terlihat berjalan baik, Gamal menunggu selangkah lagi menuju bangku presiden, sebagai penerus dinasti Hosni Mubarak.
Namun awal tahun 2011, Tunisia bergejolak. Arab spring datang menyambangi. Ben Ali selesai sebagai penguasa di Tunisia.
Awalnya, Hosni Mubarak tidak percaya gelombang Arab Spring dari Tunisia akan merembet tumpah ke Mesir.
Setelah benar-benar terjadi, Hosni bertindak dengan membatalkan semua posisi kabinet dan bersiap melakukan reformasi.
Hampir persis dengan Soeharto di awal tahun 1997, ketika krisis finansial mulai merembes dari Thailand ke Indonesia.
Sayangnya, langkah Hosni tersebut ternyata tak cukup. Massa makin menggila. Aparat pun demikian. Korban berjatuhan.
Dan dari kejauhan, sang aliansi strategis, Presiden Obama, memberikan pidatonya khusus terkait dengan peristiwa di Mesir.