JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Ketua Umum Lembaga Konstitusi dan Demokrasi atau Kode Inisiatif Violla Reininda mengaku khawatir waktu dua tahun terlalu cepat untuk memperbaiki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Ia khawatir apabila waktunya terlalu cepat untuk memperbaiki UU Cipta Kerja pelanggaran yang terjadi sebelum dalan proses pembentukan UU Cipta Kerja akan terjadi lagi.
Adapun revisi tersebut dilakukan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak diperbaiki dalam jangka waktu dua tahun.
"Tapi dikhawatirkan ini jadi momen yang tergesa-gesa lagi waktu pembahasan dan juga penyusunan ini dilakukan dalam waktu yang singkat sehingga berulang lagi seperti itu," kata Violla dalam diskusi daring, Rabu (8/12/2021).
"Model-model kesalahan yang terjadi di pembentukan UU Cipta Kerja sebelumnya. Proses yang tergesa-gesa kemudian tidak membuka partisipasi publik yang meaningfull," ujar dia.
Violla juga khawatir UU Cipta Kerja berpotensi hanya direvisi terkait proses pembentukan.
"Dalam pandangan kami sangat potensial UU Cipta Kerja ini dilakukan perbaikan secara parsial saja pada aspek pembentukan," ucapnya.
Baca juga: Perbaikan UU Cipta Kerja Dikhawatirkan Hanya Parsial pada Proses Pembentukan
Ia melanjutkan, apabila dilihat dari segi subtansi pertimbangan hukum MK juga banyak menitikberatkan pada persoalan teknis penggabungan undang-undang atau omnibus law.
Oleh karena itu, Violla juga khawatir jika nantinya pembentuk UU hanya fokus untuk memasukkan teknis omnibus law dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Violla juga menyoroti Mahkamah yang hanya memutus satu perkara pengujian formil UU Cipta Kerja menyatakan seluruh perkara uji materi kehilangan obyek.
Baca juga: Anggota Baleg Sebut Tak Ada Pengurangan Pasal dalam Revisi UU Cipta Kerja
Adapun Mahkamah menyatakan UU Cipta Kerja kehilangan objek karena sudah adanya putusan yang menyebut UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
"Bahkan berbagai penelitian tentang pengujian formil membuktikan juga misalnya di Israel bahwa proses-proses yang cacat formil ini dihasilkan subtansi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan juga konstitusionalitasnya," ujarnya.
"Sayangnya di sini Mahkamah tidak memberikan pesan yang tegas kalau misalnya aspek prosedural dan juga aspek materiil ini berkelindan dan saling mempengaruhi seperti itu," ucap Violla.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.