JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik menilai adanya masalah lain yang harus diatasi dalam penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di kampus sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permen PPKS) di lingkungan perguruan tinggi.
Menurut dia, meskipun penerbitan Permen PPKS oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) tersebut baik, tetapi menimbulkan persoalan yang menjadi kontroversi di publik karena kurangnya keterbukaan.
"Walaupun niatnya baik, tapi muncul persoalan. Makanya keterbukaan mengajak dialog semua pihak itu penting. Jelaskan bahwa Permen ini dalam rangka mencegah kekerasan, dasarnya, standarnya apa saja," kata Taufan di acara Polemik Trijaya dengan tema Pro Kontra Permen PPKS secara daring, Sabtu (13/11/2021).
Taufan mengatakan, dalam perspektif hukum internasional HAM, pihaknya melihat bahwa standar yang digunakan dalam Permen PPKS adalah consent atau persetujuan keduabelah pihak sudah benar.
Namun, ada masalah lain yang harus diatasi dari poin-poin yang tercantum dalam regulasi tersebut karena mengundang kontroversi.
"Dalam pandangan kami, mestinya (diatasi) dengan setting sosial dan edukasi bukan delik. Karena delik susah untuk dikenakan kepada orang-orang yang (melakukan interaksi seksual) suka sama suka," ujar Taufan.
"Ketika tidak terjadi (suka sama suka), ada orang yang merasa terganggu, dia mengalami masalah-masalah maka dia pengaduan. Pengaduan ini yang harus diteruskan," lanjut dia.
Taufan mengatakan, selama ini kampus didorong supaya bertanggung jawab untuk memproteksi dan melindungi orang-orang yang dirugikan dari peristiwa apapun.
Meski Permen PPKS tidak berlawan dengan hukum positif yang ada, tetapi Taufan menilai perlu ada bagian yang tegas di dalamnya.
"Kalau dia sudah menjurus pada dalih hukum, di mana fungsi polisi? Jangan kampus mengambilalih tugas polisi. Kampus bukan tugas pemidanaan, pembagian peran itu harus jelas," ujar dia.
Menurut dia, tugas kampus paling jelas dalam hal ini adalah untuk memperkuat etik melalui komisi etiknya masing-masing.
Sebab dari kasus-kasus yang pernah terjadi, kata dia, banyak pula kasus yang diselesaikan dengan perdamaian.
Baca juga: Polemik Permendikbud PPKS, Nadiem Siap Terima Masukan dan Sowan ke Banyak Pihak
"Jadi perlu dibangun satu mekanisme pengaduan yang lebih bagus (di kampus) dan yang tidak kalah penting di Permen disebutkan fokus pada korban karena saya belum lihat secara detil bagaimana mekanisme, healing, dan pertolongan pada korban. Itu penting sekali karena kalau tidak itu akan terganggu pendidikannya," ucap dia.
Sebelumnya, Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 telah diterbitkan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021.
Dalam beleid tersebut, Nadiem meminta perguruan tinggi melakukan penguatan tata kelola pencegahan kekerasan seksual dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.