Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Nilai Permendikbud 30/2021 Bentuk Kehadiran Negara Lindungi dan Tolong Korban Kekerasan Seksual

Kompas.com - 13/11/2021, 14:12 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik menilai, Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi sangat dibutuhkan, terlepas dari kontroversinya.

Menurut dia, beleid ini merupakan salah satu bentuk kehadiran negara untuk bertanggungjawab memberikan perlindungan dan pertolongan kepada korban kekerasan seksual.

"Jadi Permendikbud ini terlepas dari kontroversinya, saya kira sangat dibutuhkan dalam rangka kehadiran negara memberikan perlindungan sekaligus semangatnya juga melindungi dan menolong korban," kata Taufan di acara Polemik Trijaya dengan tema Pro Kontra Permen PPKS secara daring, Sabtu (13/11/2021).

Meskipun demikian, kata dia, perlu ada detail yang lebih jelas dalam peraturan tersebut.

Termasuk pembagian tugas ketika kasus kekerasan seksual sudah masuk ke dalam ranah pidana.

Baca juga: Apresiasi Permen PPKS, UI: Berikan Kepastian Hukum Pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus

"Misalnya, seperti apa apa koordinasinya dengan kepolisian. Karena kalau pada kekerasan kan itu ranah polisi, mungkin ada kombinasi kerja sama antara polisi dan perguruan tinggi," kata Taufan.

"Kadang-kadang peristiwa ini justru kampus lah yang tahu dan bisa melaporkan ke polisi. Jadi mana yang nanti akan dikerjakan polisi dan mana yang di internal kampus," lanjut dia.

Selain itu, Taufan juga mendorong agar hal-hal lain yang masih menjadi perdebatan di publik dibuka dan dijelaskan oleh Mendikbud Ristek Nadiem Makarim untuk didiskusikan dengan seluruh pihak.

Antara lain soal perzinahan hingga kekhawatiran interaksi seksual yang mengkhawatirkan dalam pandangan agama dan Pancasila.

Menurut dia, hal tersebut perlu dibuka dan didiskusikan bagaimana cara mengatasinya.

"Ini paling utama memperkuat edukasi dan setting sosial. Setting sosial kalau tidak diatur sedemikian rupa bisa apa saja terjadi. Itu kadang lupa," ujar dia.

Lebih lanjut Taufan menyebut bahwa tidak semua kasus pelecehan atau kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus memerlukan pendekatan hukum.

Baca juga: Terbitnya Permendikbud Ristek PPKS di Tengah Situasi Gawat Darurat Kekerasan Seksual

Pasalnya, kata dia, di setiap kampus pun memiliki kode etik yang harus ditegakkan apabila ada pelanggaran-pelanggaran di dalamnya.

"Tapi juga setting sosial perlu dibangun. Misalnya saat dosen dan mahasiswa harus bertemu, itu seperti apa (pelaksanaannya)," kata dia.

Taufan mengatakan, saat ini seluruh universitas tengah menggencarkan pencegahan kekerasan dan perundungan seksual yang diakuinya hal itu terjadi.

Sebagai dosen yang bertugas selama 35 tahun, Taufan pun mengakui banyaknya kasus seperti itu di lingkungan kampus.

"Tidak seluruh kasus bisa dibawa ke polisi karena dia lemah unsur delik pidananya sehingga harus diselesaikan di internal kampus. Dalam arti ada mekanisme etik atau yang lain-lain, kecuali hal-hal yang disebut memiliki hak evidence atau kekerasan itu baru ke polisi," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com