Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Perbanyak Pendidikan Vokasi, Targetkan Penambahan Politeknik

Kompas.com - 11/11/2021, 10:53 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pendidikan tinggi di Indonesia saat ini masih didominasi pendidikan profesional dibandingkan vokasional.

Padahal, kata dia, pada era revolusi industri 4.0 yang paling banyak dibutuhkan adalah lulusan yang memiliki keterampilan dari pendidikan vokasi.

"Sampai sekarang belum ada gerakan masif bagaimana merombak format pendidikan tinggi dari profesional menjadi vokasional. Sekarang ini terlalu banyak pendidikan profesional akademis," kata Muhadjir di acara Forum Fakultas Ilmu Pendidikan dan Jurusan Ilmu Pendidikan (FIP JIP) 2021, dikutip dari siaran pers, Kamis (11/11/2021).

Baca juga: Wapres Minta Perguruan Tinggi Bekali Mahasiswa agar Berpikir Kritis

Muhadjir mengatakan, semestinya jumlah pendidikan vokasi di level pendidikan tinggi diperbanyak.

Hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam dua tahun periode kepemimpinannya.

Pada tahun 2019, angka partisipasi kasar perguruan tinggi (APK PT) tercatat sebanyak 34,58 persen dengan jumlah politeknik atau vokasi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) sebanyak 200 politeknik, dan politeknik kementerian lain sebanyak 80 politeknik.

"Pada tahun 2024, APK PT diharapkan mencapai 50 persen. Dengan desain moderat yang dibuat pemerintah saat itu (2019), jumlah politeknik atau vokasi di bawah Kemendikbud diharapkan naik menjadi 295 buah," kata dia.

Adapun dengan desain optimistik, jumlah politeknik atau vokasi di bawah Kemendikbud Ristek diharapkan dapat meningkat menjadi 450 buah.

Menurut Muhadjir, permasalahan utama dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah masih terdapat ketidaksesuaian antara lulusan SMA/SMK/MA dengan dunia kerja.

Isu link and match itu, kata dia, sudah sejak lama bergulir tetapi belum dapat terselesaikan hingga kini.

"Tidak mungkin kebutuhan lapangan kerja hanya diisi oleh lulusan-lulusan profesional. Sementara, lapangan kerja di manapun akan menciptakan hirarki piramida yang pada puncaknya adalah tenaga lulusan profesional," kata dia.

"Sehingga di bawahnya mesti diisi oleh tenaga terampil lulusan vokasional dan di paling bawah adalah tenaga clerical lulusan SMK," lanjut Muhadjir.

Baca juga: Menteri PPPA: Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Nyata, Kerap Tidak Tertangani

Menurut dia, apabila tenaga profesional banyak sementara tenaga berketerampilan tinggi tidak ada, maka hal itu akan mengakibatkan pengangguran besar-besaran.

Dengan demikian, kata Muhadjir, pemerintah pun berupaya keras melakukan format ulang pendidikan tinggi menjadi lebih banyak pendidikan vokasi.

"Satu hal yang juga harus diperhatikan, terutama berkaitan dengan bagaimana para pakar, guru, ataupun dosen kependidikan dapat merumuskan teori-teori pendidikan yang memang applicable untuk Indonesia," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com