Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PP Pengetatan Remisi Koruptor Dicabut, MA Dinilai Salah Kaprah Memahami Restorative Justice

Kompas.com - 02/11/2021, 16:52 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara dari STIH Jentera Bivitri Susanti menilai, Mahkamah Agung (MA) salah kaprah memahami konsep restorative justice ketika memutuskan mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 yang dikenal sebagai PP pengetatan remisi koruptor.

Adalah salah konsep ketika majelis hakim berpendapat bahwa fungsi pemidanaan tak lagi sekadar memenjarakan pelaku dengan tujuan memberikan efek jera tetapi usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang sejalan dengan model restorative justice.

“Kita sudah begitu salah kaprah menggunakan konsep. Saya kira MA di sini telah salah untuk memahami restorative justice,” ujar Bivitri dalam diskusi virtual bertajuk ‘Menyoal Pembatalan PP 99/2012: Karpet Merah Remisi Koruptor, Selasa (2/11/2021).

Baca juga: Eks Penyidik KPK Jelaskan Pentingnya PP Pengetatan Remisi yang Dicabut MA

Bivitri berpendapat, pendekatan restorative justice bukan sekadar memberikan win-win solution sebagaimana mediasi dan bukan sekadar bagaimana hukuman orang itu bisa berkurang.

Namun, menurut dia, restorative justice lahir ketika hak asasi manusia dalam mekanisme peradilan tak bisa memberikan keadilan yang maksimal kepada korban.

“Makanya kemudian dikembangkan istilah restorative justice untuk menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan bagi korban,” ucap Bivitri.

“Dalam korupsi harus diingat lho korbannya itu bukan koruptor, korbannya itu kita-kita yang kehilangan hak kita untuk mendapat fasilitas umum yang baik,” terang dia.

Fasilitas umum yang baik, ujar Bivitri, misalnya alat kesehatan yang dikorupsi sehingga masyarakat tidak mendapat pelayanan yang maksimal dari negara atau meninggal warga akibat jalanan bolong-bolong karena pembangunan jalan yang dikorupsi.

“Korbannya ini kita, bukan koruptor. Kesalahpahaman ini melebar sampai koruptor dikatakan penyintas,” ujar dia.

Baca juga: Dampak Putusan MA, Syarat Koruptor Harus Jadi Justice Collaborator demi Dapat Remisi Dihilangkan

“Ingat, restorative justice bukanlah pendekatan baru ‘dalam pemasyarakatan’. Restorative justice berpihak pada korban, dan dalam tindak pidana korupsi korbannya bukan koruptor melainkan masyarakat luas,” tutur Bivitri.

Adapun MA mengabulkan judicial review PP tersebut yang diajukan oleh lima pemohon yang saat ini sedang menjalani pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Kelas IA, Bandung, Jawa Barat.

Para pemohon mengajukan uji materi atas empat pasal yaitu Pasal 34 A Ayat (1) huruf a dan b, Pasal 34 A Ayat (3), Pasal 43 A Ayat (1), dan Pasal 43 A Ayat (3) PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

“Menyatakan bahwa norma konsiderans PP Nomor 99 Tahun 2012 bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 1995,” demikian bunyi salah satu petitum pemohon dalam putusan yang diterima dari Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andy Samsan Nganro, Jumat (29/10/2021).

Baca juga: Aturan Pengetatan Remisi Koruptor Dicabut, Lembaga Kehakiman Dinilai Tak Dukung Pemberantasan Korupsi

Tiga hakim MA yaitu Supandi, Yodi Martono, dan Is Sudaryono mengabulkan gugatan tersebut.

Majelis hakim beralasan, fungsi pemidanaan tak lagi sekadar memenjarakan pelaku dengan tujuan memberikan efek jera.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com