Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Pengetatan Remisi Koruptor Dicabut, Lembaga Kehakiman Dinilai Tak Dukung Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 30/10/2021, 10:19 WIB
Ardito Ramadhan,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), dan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) menilai, pemberantasan korupsi berada di titik nadir setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 (PP 99/2012).

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, putusan MA tersebut menunjukkan bahwa lembaga kehakiman tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.

"Dari sini, masyarakat dapat melihat bahwa lembaga kekuasaan kehakiman tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Pada masa mendatang, akibat putusan MA ini, narapidana korupsi akan semakin mudah untuk mendapatkan pengurangan hukuman," kata Kurnia dalam siaran pers, Sabtu (30/10/2021).

Baca juga: Aturan Pengetatan Remisi untuk Koruptor Dicabut MA

Kurnia menuturkan, pada dasarnya, PP 99/2012 merupakan aturan yang pro terhadap pemberantasan korupsi.

Sebab, PP tersebut mengakomodasi pengetatan syarat pemberian remisi bagi koruptor, yakni menjadi justice collaborator dan membayar lunas denda serta uang pengganti.

"PP 99/2012 telah mempertimbangkan dengan sangat baik pemaknaan korupsi sebagai extraordinary crime yang membutuhkan cara-cara luar biasa dalam penanganannya, salah satunya memperketat pemberian remisi," kata Kurnia.

Kurnia pun memberi tiga catatan atas alasan MA mencabut PP 99/2012.

Baca juga: Alasan MA Cabut PP soal Pengetatan Syarat Remisi untuk Koruptor

Pertama, Kurnia menilai, MA inkonsisten terhadap putusannya sendiri saat menyatakan PP 99/2012 tidak sejalan dengan model pemidanaan restorative justice.

Sebab, MA melalui putusan Nomor 51 P/HUM/2013 dan Nomor 63 P/HUM/2015 sudah menyatakan bahwa perbedaan syarat pemberian remisi merupakan konsekuensi terhadap adanya perbedaan karakter jenis kejahatan, sifat bahayanya, dan dampak kejahatan yang dilakukan oleh seorang terpidana.

Menurut Kurnia, UUD 1945 pun memperbolehkan perbedaan syarat pemberian remisi dalam konteks pembatasan hak sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 (J) UUD 1945.

"Bahkan, MA secara eksplisit dalam putusan tahun 2013 menyebutkan PP 99/2012 mencerminkan spirit extraordinary crime," ujar Kurnia.

Baca juga: MA Cabut PP 99 Tahun 2012, Koruptor Lebih Mudah Dapat Remisi

Kedua, lanjut Kurnia, pandangan hakim MA yang menilai bahwa pengetatan pemberian syarat remisi tidak sesuai dengan model restorative justice juga keliru. Ia mengatakan, pemaknaan model restorative justice seharusnya adalah pemberian remisinya, bukan justru syarat pengetatan.

Ia menegaskan, secara konsep, pemberian remisi sudah menjadi hak setiap terpidana dan telah dijamin oleh UU Pemasyarakatan.

"Sedangkan syarat pemberian remisi yang diperketat menitikberatkan pada dettern effect bagi terpidana dengan jenis kejahatan khusus, salah satunya korupsi. Dengan kata lain, MA sedang berupaya menyamakan kejahatan korupsi dengan jenis kejahatan umum lainnya," kata dia.

Selain itu, Kurnia menilai, MA keliru saat mengaitkan overkapasitas lembaga pemasyarakatan sebagai alasan mencabut PP 99/2012.

Baca juga: Korupsi Diprediksi Meningkat Setelah Pengetatan Syarat Remisi Koruptor Dihapus MA

Halaman:


Terkini Lainnya

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com