Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung Kaji Hukuman Mati untuk Kasus Mega Korupsi, Anggota DPR: Tak Ada yang Salah Sepanjang Proporsional

Kompas.com - 29/10/2021, 12:25 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mendukung rencana Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin untuk mengkaji penerapan hukuman mati pada kasus-kasus korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara dalam jumlah besar.

Menurut Arsul, tidak ada yang salah dari penerapan hukuman mati sebagai upaya menimbulkan efek jera dalam pemberantasan korupsi selama prinsip proporsionalitasnya diterapkan.

"Tentu dalam konteks kebijakan penindakan korupsi yang diharapkan bisa menimbulkan efek jera dan sepanjang prinsip proporsionalitasnya juga diterapkan, maka tidak ada yang salah dengan rencana Jaksa Agung tersebut," kata Arsul saat dihubungi, Jumat (29/10/2021).

Baca juga: Jaksa Agung Kaji Hukuman Mati Bagi Koruptor, Pakar Hukum: Jangan Hanya Gimmick!

Arsul menegaskan, hukuman mati perlu dihadirkan sebagai efek jera agar menekan praktik tindak pidana korupsi.

"Ada hukuman mati saja tidak menimbulkan efek jera, apalagi tidak ada, maka tidak akan ada ruang buat jera sama sekali," ujar dia.

Ia mencontohkan, pidana mati di Singapura dan Malaysia berhasil menekan laju kejahatan narkotika, begitu pula pidana mati di China yang menurunkan kasus korupsi.

Politikus PPP itu mengakui, hingga saat ini, Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi baru mengancam kemungkinan tuntutan dan vonis hukuman mati bagi terdakwa kasus korupsi dalam keadaan tertentu seperti bencana dan krisis.

"Karena itu rencana Jaksa Agung itu harus dipahami dalam konteks kasus korupsi dengan keadaan tertebtu tersebut," kata Arsul.

Baca juga: Jaksa Agung Kaji Kemungkinan Terapkan Hukuman Mati untuk Kasus Mega Korupsi

Ia berpendapat, selain menerapkan hukuman mati, aparat penegak hukum termasuk Kejaksaan Agung semestinya juga memperhatikan upaya meningkatkan pemulihan kerugian negara akibat korupsi.

"Meski ini juga harus diakui butuh dukungan pembentuk UU yakni Pemerintah dan DPR untuk merevisi UU Tipikor dan juga menyelesaikan RKUHP kita," kata dia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengungkapkan, Burhanuddin tengah mengkaji penerapan hukuman mati dalam penuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi.

Baca juga: Mantan Anggota DPRK dan 2 Terdakwa di Aceh Dituntut Hukuman Mati

Burhanuddin merujuk pada perkara-perkara korupsi besar yang ditangani Kejagung, seperti perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabari yang menimbulkan kerugian keuangan negara yang besar.

"Jaksa Agung sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara dimaksud.

Tentu penerapannya harus tetap memperhatikan hukum positif yang berlaku serta nilai-nilai hak asasi manusia (HAM)," kata Leonard, Kamis (28/10/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com