JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong Bareskrim Polri memfasilitasi pemeriksaan forensik yang netral sebagai upaya penyelesaian kasus pemerkosaan yang dialami tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, kepolisian dapat menawarkan pihak korban untuk memilih ahli forensik yang mereka nilai netral dan profesional.
"Namun yang perlu menjadi perhatian semua pihak, termasuk pihak korban adalah semua pihak harus menganggap hasil pemeriksaan independen itu sebagai hasil yang final dan diterima semua pihak secara fair," ujar Edwin, dalam keterangan tertulis, Rabu (13/10/2021).
Menurutnya, pemeriksaan forensik yang bisa dilakukan yang meliputi, visum et repertum, visum et repertum psychiatricum, dan psikologi forensik.
Baca juga: Kapolda Sulsel Akhirnya Buka Suara soal Dugaan Pemerkosaan 3 Anak di Luwu Timur
Pemeriksaan netral, kata Edwin, pernah dilakukannya pada saat bertugas mengusut penyebab kematian Pendeta Yeremia Zanambanibdi Intan Jaya, Papua.
Di mana pihak keluarga menolak pemeriksaan jika dilakukan oleh pihak kepolisian dan lebih memilih ahli forensik lain yang dianggap netral.
"Pada saat itu polisi mengabulkan permintaan keluarga," kata Edwin.
Selain itu, Edwin mengatakan, LPSK telah mengikuti kasus ini sejak 2019, jauh sebelum kasus ini viral di media sosial.
Pada 27 Januari 2021, LPSK juga telah menerima permohonan perlindungan dari korban.
Tak berselang lama, LPSK merespons cepat dengan menurunkan tim investigasi ke Sulawesi Selatan, yakni 29 januari 2020.
Dalam investigasi ini, LPSK Langsung menemui korban, Ibu korban, termasuk berkoordinasi dengan penyidik Polres Luwu Timur.
Baca juga: Penjelasan Polda Sulsel soal Peradangan Alat Vital Korban Dugaan Pemerkosaan di Luwu Timur
Selain itu, tim juga menemui kuasa hukum korban di kantor LBH Makassar, serta berkomunikasi dengan psikolog yang sempat melakukan assesmen psikologis kepada ketiga korban.
Selanjutnya, LPSK secara mandiri melakukan pemeriksaan psikologi kepada korban dan Ibu korban pada 19 Februari 2020 di Makassar.
Alasan pemeriksaan di Makassar atas permintaan Ibu korban yang kurang percaya dengan pemeriksaan psikologi di Luwu Timur.
Merujuk hasil pemeriksaan tersebut, LPSK mengabulkan permohonan perlindungan pada 13 April 2020 berupa Pemenuhan Hak Prosedural (PHP) dan pemberian bantuan psikologis.