JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Paguyuban Korban Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (Paku ITE) Muhammad Arsyad menyayangkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pedoman kriteria implementasi UU ITE yang ditandatangani pada Juni 2021 tidak terimplementasi hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA).
Hal itu dikatakannya berdasarkan kasus Saiful Mahdi, dosen Universitas Syiah Kuala Banda Aceh yang dijerat UU ITE dan ditahan pada 2 September 2021 dengan lama masa penjara tiga bulan.
"Dalam SKB yang baru saja diterbitkan pemerintah, ternyata enggak berselang lama, Pak Saiful Mahdi telah divonis ataupun diputuskan kasasinya, dinyatakan tetap bersalah oleh Mahkamah. Artinya apa? Dalam produk hukum, SKB ini tidak begitu dilirik oleh Mahkamah atau sistem peradilan," kata Arsyad dalam konferensi pers Koalisi Advokasi Saiful Mahdi, Rabu (6/10/2021).
Baca juga: Istri Saiful Mahdi: Kami dari Aceh, Suara Kami Didengar Presiden Itu Sesuatu yang Ajaib..
Perlu diketahui, pada 23 Juni 2021, SKB itu diteken oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kapolri, dan Jaksa Agung di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Menurutnya, pemerintah telah gagal melindung masyarakat meski sudah ada SKB tersebut. Sebab, SKB tersebut bukanlah norma hukum melainkan hanya petunjuk teknis.
Padahal, Menko Polhukam Mahfud MD pada saat penandatanganan SKB mengatakan, pedoman tersebut diharapkan bisa memberikan perlindungan masyarakat.
"Sehingga perlu ada tanggung jawab pemerintah, melihat dari kegagalan atau kesalahan dalam merumuskan suatu produk hukum," imbuh Arsyad.
Menurut Arsyad, masyarakat yang mengetahui masih adanya korban dari pasal-pasal bermasalah UU ITE kemudian bergerak membuat satu petisi dukungan terhadap Saiful Mahdi agar mendapatkan amnesti.
Terbukti, dukungan itu kini terus mengalir bahkan telah menembus angka 74.000 dukungan masyarakat.
Baca juga: Awal Mula Saiful Mahdi Dijerat UU ITE hingga Dapat Amnesti dari Jokowi
"Tentunya dukungan dan support itu tidak dilihat dari kedekatan atau emosional saja. Tapi melihat ada kecacatan dalam sistem hukum kita, terkhusus dalam ranah kebebasan berekspresi," jelasnya.
Arsyad mengaku, harapannya untuk Saiful Mahdi kini berada pada pundak DPR RI selaku yang akan memutuskan pertimbangan terhadap amnesti dari Presiden.
Ia pun menilai, proses di DPR akan menjadi ujung memperjuangkan Saiful Mahdi agar terbebas dari jeratan hukum yang tengah dijalaninya.
"Langkah terakhir yang kita harapkan ada di DPR, walaupun hanya memberikan pertimbangan, tapi ini proses ujung tombak. Ini adalah ujung dari perjalanan. Bagaimana Saiful dapat persetujuan dari DPR," tutur Arsyad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.