JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menilai, DPR harus bertindak cepat dalam mempertimbangkan persetujuan pemberian amnesti dari Presiden Joko Widodo terhadap dosen Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Saiful Mahdi yang dipenjara karena terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Zainal memberikan contoh bagaimana DPR seharusnya merespons dengan cepat pertimbangan amnesti terhadap Saiful, sama seperti ketika menangani kasus Baiq Nuril yang akhirnya disetujui amnestinya oleh DPR pada Juli 2019.
"Dalam kasus Baiq Nuril itu cukup cepat. Seingat saya, hari yang sama dilakukan rapat di Komisi Hukum, malamnya ke Badan Musyawarah (Bamus), besoknya sudah pleno. Artinya kalau diperlakukan dengan cara yang relatif sama, proses itu sebenarnya bisa cepat diambil," kata Zainal yang akrab disapa Uceng dalam konferensi pers Koalisi Advokasi Saiful Mahdi, Rabu (6/10/2021).
Perlu diketahui, kasus Baiq Nuril berawal dari pelaporan seseorang berinisial M pada 2015. M mengaku geram lantaran percakapan perbuatan asusilanya tersebar karena direkam oleh Nuril.
Nuril kemudian dilaporkan ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut. Pada 29 Juli 2019, Presiden Jokowi menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemberian amnesti bagi Baiq Nuril.
Baca juga: Presiden Setuju Beri Amnesti ke Saiful Mahdi, Mahfud: Tinggal Tunggu DPR
Surat pemberian amnesti dari Jokowi itu pun disetujui DPR pada sidang paripurna. Terbitnya amnesti tersebut membuat Nuril terbebas dari jerat hukum.
Berkaca kasus Baiq Nuril, DPR kembali diingatkan pada konstruksi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengenai tugas dan wewenang salah satunya memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi.
"Pertimbangan itu tak bisa dikatakan mengikat 100 persen. Artinya, kalaupun DPR berlama-lama, DPR kemudian tidak melakukan satu tindakan yang cepat, sebenarnya ada mekanisme lain yang bisa kita pikirkan," ujarnya.
"Misalnya, dalam UU Kementerian Negara, proses pertimbangan kan berbatas waktu sebenarnya. Kalau dikirimkan, lalu 7 hari tak dijawab DPR, presiden sebenarnya bisa mengambil langkah. Kalau kita mau, maksud saya, presiden kalau memang beritikad kuat ingin ini selesai, bisa juga sedikit mencolek DPR supaya memberlakukan lebih cepat," jelasnya.
Uceng mengatakan, seharusnya proses pertimbangan di DPR berjalan dengan cepat. Sebab, kasus Saiful Mahdi telah mengundang polemik lantaran terdapat beberapa kejanggalan.
Dia sepakat bahwa kasus Saiful bukan sebuah proses pidana yang wajar, bahkan bukan hal yang pantas untuk disanksi.
"Dia menyampaikan sesuatu, itu pendapat. Bahkan pendapat itu ada titik kebenarannya. Karena memang ada serangkaian keanehan. Kemudian diikuti dengan keanehan lain, mereka melaporkan itu, berujung pada proses pidana," terang dia.
Baca juga: Mahfud Upayakan Amnesti Akademisi Korban UU ITE Saiful Mahdi Segera Keluar
Uceng mengingatkan bahwa kasus Saiful akan berimbas pada tata kelola negara dalam melindungi hak kebebasan akademik.
"Ada namanya kebebasan akademik, tapi sangat tergantung pada bagaimana negara memperlakukan itu. Kalau ditanggapi dengan tindakan yang tidak pas, menurut saya itu mengancam kebebasan itu sendiri," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Presiden Joko Widodo menyetujui pemberian amnesti terhadap Saiful Mahdi.