Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangsa Indonesia Perlu Dipulihkan dari Tragedi 1965

Kompas.com - 01/10/2021, 19:10 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Kajian Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (Pusdema) Universitas Sanata Dharma, Baskara T Wardaya mengatakan, banyak korban tragedi kemanusiaan 1965 yang masih mengalami trauma.

Namun, mereka menolak ketika diajak ke psikolog untuk mengatasi trauma itu. Menurut Baskara, banyak korban yang berprinsip justru Bangsa Indonesia perlu dipulihkan dari sejarah kelam 1965.

“Menariknya banyak dari mereka yang prinsipnya, 'justru bukan saya yang butuh dilayani, tapi bangsa ini, yang butuh disembuhkan dari trauma ini bangsa saya, bukan saya'," ujar Baskara saat dihubungi Kompas.com, Jumat (1/10/2021).

Baca juga: Pierre Tendean Sang Ajudan, Setia sampai Mati Lindungi Jenderal AH Nasution

Baskara menuturkan, mayoritas korban tragedi 1965 sudah lanjut usia. Mereka justru meminta agar masyarakat dan bangsa ini yang perlu dibenahi terkait dengan perkara 1965.

“Saya sebentar lagi akan mati, tapi bangsa ini, bangsa kita semua ini mesti berlanjut,” kata Baskara.

Baskara menerangkan, sebagian besar korban memiliki prinsip yang didasari kecintaan terhadap Indonesia.

Namun, para korban yang kerap disebut eks tahanan politik itu, mempunyai aspirasi yang berbeda dengan keinginan pemerintah kala itu.

“Sebab mereka merasa bahwa dulu mereka pun ditangkap karena cita-citanya untuk negeri ini,” ucapnya.

Dalam peringatan Hari Kesaktian Pancasila, Baskara berharap pemerintah membiarkan generasi muda untuk belajar mengenai sejarah bangsanya.

Hal itu dinilai sebagai salah satu cara memulihkan pandangan masyarakat terhadap tragedi kemanusiaan 1965.

“Selama ini kalau ngomong soal itu (tragedi 1965) didatangi kelompok tertentu atau polisi, tolonglah itu diakhiri biar anak muda kita belajar,” pungkas dia.

Baca juga: Gagasan Rekonsiliasi dari Anak Korban PKI...

Tragedi 1965 bermula dari gugurnya para jenderal yang kemudian dikenang sebagai Pahlawan Revolusi.

Pemerintah Orde Baru mengeklaim Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai pelaku penculikan, penyiksaan dan pembunuhan Pahlawan Revolusi.

Pasca-peristiwa tersebut banyak orang-orang dianggap berafiliasi dengan PKI ditangkap, disiksa, dibunuh dan ditahan tanpa proses peradilan.

Bahkan hingga saat ini, para korban dan keluarganya masih mendapat stigma karena status eks tahanan politik.

Hingga kini belum diketahui jumlah pasti korban tragedi kemanusiaan itu. Namun berbagai organisasi masyarakat sipil menduga tragedi 1965 memakan korban ratusan ribu hingga jutaan orang di seluruh Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Nasional
Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal 'Drop' di Yordania

Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal "Drop" di Yordania

Nasional
RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

Nasional
Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Nasional
Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Nasional
Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Nasional
Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Nasional
Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Nasional
Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Nasional
Yusril Kembali Klarifikasi Soal 'Mahkamah Kalkulator' yang Dikutip Mahfud MD

Yusril Kembali Klarifikasi Soal "Mahkamah Kalkulator" yang Dikutip Mahfud MD

Nasional
Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

Nasional
Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

Nasional
KPU dan Kubu Prabowo Kompak, Anggap Gugatan Anies dan Ganjar Langgar Aturan MK

KPU dan Kubu Prabowo Kompak, Anggap Gugatan Anies dan Ganjar Langgar Aturan MK

Nasional
Sekjen Golkar: Bayangkan kalau Kita Lagi Siapkan Pilkada, Malah Bicara Munas, Apa Enggak Pecah?

Sekjen Golkar: Bayangkan kalau Kita Lagi Siapkan Pilkada, Malah Bicara Munas, Apa Enggak Pecah?

Nasional
Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com