Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkawinan Anak Jadi Kasus Paling Banyak yang Ditemukan di Level SMP-SMA Selama Pandemi

Kompas.com - 21/09/2021, 14:01 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkawinan anak menjadi kasus yang paling banyak ditemukan di level pendidikan SMP dan SMA sebagai akibat pandemi Covid-19.

Dosen Universitas Negeri Semarang (UNNES) Zulfah Sakhiyya mengatakan, berdasarkan catatan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, kasus perkawinan anak selama pandemi meningkat hingga 300 persen.

"Pada level K-12 (SMP-SMA), kasusnya adalah perkawinan anak yang menurut Komnas Perempuan angkanya meningkat hingga 300 persen selama pandemi," ujar Zulfah di acara webinar yang digelar Knowledge Sector Initiative (KSI), Selasa (21/9/2021).

Sebelum pandemi, kata dia, angka yang tercatat sangat tinggi adalah putus sekolah terutama pada perempuan.

Namun selama pandemi, alasan putus sekolah tersebut adalah untuk membantu ekonomi keluarga yang salah satunya dinikahkan dalam usia dini.

Baca juga: Kementerian PPPA Ungkap Tantangan Cegah Perkawinan Anak, Tradisi hingga Tak Punya Resiliensi

"Mereka diharuskan bekerja dan menikah. Asumsinya, dengan menikah anak perempuan bisa mengurangi biaya hidup dan beban hidup orangtua," kata dia.

Zulfah pun mengungkapkan, dampak perkawinan anak yang sebenarnya berkepanjangan bagi masa depan anak perempuan.

Sebab, perkawinan anak dapat merenggut hak untuk mendapatkan pendidikan dan menutup potensi aktualisasi diri ke depannya.

"Dampaknya sangat long term (berkepanjangan). Di antaranya meningkatkan angka kematian ibu, stunting, perceraian tinggi, kekerasan rumah tangga, dan lainnya. Satu keputusan sangat singkat tapi dampaknya long lasting pada anak-anak perempuan," ujar dia.

Dalam mencegah perkawinan anak ini, Zulfah menyebutkan perlu ada edukasi dan pendampingan sosial yang lebih intensif bagi para orangtua.

Baca juga: Kementerian PPPA Terapkan Sejumlah Strategi Turunkan Angka Perkawinan Anak Indonesia

Antara lain untuk memberikan kesadaran kepada para orangtua bahwa menikahkan anak dampaknya sangat buruk.

Oleh karena itu, dia pun berharap terdapat koordinasi yang lebih mendalam agar dapat mengeluarkan intervensi sosial yang lebih relevan.

"Kasus ini menegaskan, Covid-19 bukan semata-mata masalah kesehatan dan ekonomi saja tapi masalah gender. Kita semua terdampak, tapi siapa yang paling rentan?" kata dia.

Lebih lanjut Zulfah mengatakan, berdasarkan riset telah teridentifikasi bahwa perempuan dari kelas sosial bawah merupakan kelompok paling rentan, sehingga terdampak paling parah oleh Covid-19.

Dengan demikian, infrastruktur perlu dialokasikan untuk melindungi dan memberikan mereka modal supaya bisa bertahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com