JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai, seharusnya pembentukan atau perubahan Undang-Undang yang berkaitan dengan suatu instansi harus berbasis pada kebutuhan instansi tersebut.
Hal ini ia katakan saat menjadi saksi ahli dalam sidang uji formil dan materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) di MK yang disiarkan secara daring, Rabu (15/9/2021).
"Ada baiknya kita melihat kembali ke tujuan. Tujuan pembentukan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi," kata Zainal.
"Karena menurut saya, Undang-Undang Mahkamah Konstitusi atau pembentukan Undang-Undang Makamah Konstitusi yang baik sebetulnya berbasis pada kebutuhan Makhamah Konstitusi itu sendiri," lanjut dia.
Baca juga: Koalisi Selamatkan Konstitusi Minta Hakim Nyatakan UU MK Hasil Revisi Cacat Formil
Zainal mengatakan, sudah ada beberapa tulisan, keterangan ataupun seminar yang menyebutkan bahwa UU MK membutuhkan perbaikan dalam hal subtansi.
Misalnya, lanjut dia, dalam konteks hukum acara serta konteks penguatan konsep-konsep tertentu di dalam lembaga MK.
"Tetapi kelihatannya entah apa yang dipikirkan oleh pembentuk Undang-Undang itu kemudian tidak dilakukan sama sekali, lalu menyentuh sesuatu yang sebenarnya tidak banyak dibincangkan," ujarnya.
Zainal mengungkapkan bahwa ia sudah beberapa kali diundang dalam rapat bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang bekerja sama dengan MK untuk membahas perbaikan UU MK sekitar tahun 2017.
Namun ia heran, hasil revisi kali ini sama sekali tidak memuat berbagai hal yang sudah dibahas dalam rapat-rapat tersebut.
"Seingat saya itu tidak banyak membincangkan soal ini (hal-hal yang kini menjadi hasil revisi), tapi banyak membincangkan hal-hal yang lain sebenarnya yang lebih subtantif ketika kita berbicara soal Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.
Baca juga: Sidang Uji Materi UU MK, Ini Pasal-pasal yang Dipermasalahkan Pemohon
Menurut Zainal, revisi kali ini hanya memuat atau menjalankan putusan MK terkait UU MK itu sendiri.
Padahal, kata dia, tanpa melalui proses legislasi lagi dalam UU MK putusan MK tersebut sudah otomatis berlaku.
"Karena itu tumben betul DPR menjadi sangat rajin mengikuti putusan MK khusus UU MK. Karena di beberapa UU lain rasanya tidak banyak DPR pernah melakukan penyesuaian, menyesuaikan dengan putusan MK ketika MK membatalkan 1-2 pasal," ucap dia.
Sebelumnya, Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi mengajukan permohonan uji materi dan formil terkait UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK ke Mahkamah Konstitusi.
Permohonan itu tercatat dalam Nomor Perkara: 100/PUU-XVIII/2020 pada 9 November 2020.