JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengatakan, Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang dirancang oleh MPR akan bersifat filosofis dan ideologis, tidak masuk pada tataran operasional-teknis.
"(PPHN) disepakati dia tidak operasional-teknis, teknis kan sudah lima tahun sepuluh tahun, jadi dia itu ideologis, 100 tahun," kata Zulkifli dalam wawancara dengan Kompas.com, Senin (6/9/2021).
Baca juga: Pengamat Sebut PPHN Tak Jamin Proses Pembangunan yang Berkelanjutan
Zulkifli menjelaskan, dengan sifat PPHN yang filosofis dan ideologis, maka pemerintah yang menjabat mesti mengikuti ketentuan yang tercantum dalam PPHN.
Ketua umum Partai Amanat Nasional itu mencontohkan, apabila PPHN menyatakan Indonesia harus berdaulat di bidang pangan, maka pemerintah tidak boleh mengimpor gula dan garam.
Menurut Zulkifli, ketentuan serupa juga sudah diterapkan di India yang serius menggarap proyek antariksa.
"Misalnya di India program ruang angkasa siapa pun perdana menterinya tidak boleh diubah-ubah. Pengembangan IT tidak boleh diubah-ubah siapa pun perdana menterinya," ujar dia.
Zulkifli sendiri tidak menjawab lugas saat ditanya soal dampak adanya PPHN terhadap sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia.
"Jadi saja belum, kok memperlemah bagaimana," kata dia singkat.
Kendati demikian, Zulkifli meyakini amendemen UUD 1945 untuk memberi kewenangan bagi MPR dalam penetapan PPHN akan sulit terwujud.
Baca juga: Mantan Ketua MK Sebut PPHN Tak Lagi Relevan Diterapkan
Hal itu berkaca dari pengalamannya selaku ketua MPR periode 2014-2019 yang belum berhasil mengamendemen konstitusi meski hal itu merupakan rekomendasi dari MPR periode sebelumnya.
"Menurut saya hampir tidak akan terjadi. Karena banyak sekali kepalanya nih. Merumuskan satu saja perlu tiga tahun. Itu pun tidak jadi. Apalagi banyak. Ini kan soal isi kepala. Sulit sekali," kata Zulkifli.
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo menyatakan, amendemen UUD 1945 diperlukan untuk memberikan kewenangan bagi MPR dalam penetapan PPHN.
Menurut Bambang, PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara. Dengan begitu, Bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.
"Sehingga Indonesia tidak seperti orang menari poco-poco. Maju dua langkah, mundur tiga langkah," kata Bambang, dalam peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-76 MPR, Rabu (18/8/2021).
"Ada arah yang jelas ke mana bangsa ini akan dibawa oleh para pemimpin kita dalam 20, 30, 50, hingga 100 tahun yang akan datang," tutur dia.
Baca juga: MPR Kaji Penambahan Dua Ketentuan dalam Amendemen UUD 1945
Sejumlah partai politik berpandangan, rencana amendemen konstitusi mesti dipikirkan matang-matang dan dinilai tidak tepat dilakukan di tengah situasi pandemi Covid-19.
Sementara, muncul kekhwatiran amendemen konstitusi juga akan berdampak pada perubahan pasal lain, misalnya terkait masa jabatan presiden. Belakangan isu memperpanjang masa jabatan kembali mencuat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.