JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Badan Standarisasi Nasional yang merumuskan Standar Nasional Indonesia (SNI) 8946:2021 untuk produk tembakau yang dipanaskan menuai penolakan dari berbagai pihak.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, alasan perlindungan konsumen dalam rencana penetapan SNI tersebut merupakan langkah yang keliru.
Ia mengatakan, pembuatan SNI tersebut bertentangan dengan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Baca juga: WHO: Anak Muda Mulai Kecanduan Tembakau karena Rokok Elektrik
"Dan juga PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, serta UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," kata Tulus dalam keterangan tertulis, Jumat (10/9/2021).
Tulus mengatakan, instrumen untuk melindungi konsumen bukan dengan dibuatnya SNI, melainkan menerbitkan aturan yang lebih komprehensif terkait konsumsi produk tembakau serta peredarannya.
Senada dengan Tulus, Program Manager Komnas Pengendalian Tembakau (KPT) Nina Samidi mengatakan, SNI tersebut merupakan pertanda keberpihakan pemerintah terhadap industri produk berbahaya.
Selain itu, pertanda adanya pelemahan instrumen untuk melindungi konsumen.
"SNI ini adalah indikasi pelemahan PP109/2012 yang saat ini sedang dalam proses revisi, yang di dalamnya akan mengatur rokok elektronik. Sangat kentara bahwa industri mencuri jalan untuk memnguatkan bisnisnya melalui SNI yang akan menjerumuskan masyarakat pada adiksi berikutnya ini. Untuk itu, kami meminta agar SNI ini dicabut," kata Nina.
Dari sisi kesehatan, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan, rokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok biasa.
“Tidak ada yang namanya less harmful pada produk tembakau dalam bentuk apapun. Ditambah status ber-SNI yang tidak melibatkan pakar kesehatan, sama saja ingin masyarakat menambah beban penyakit," ujar Agus.
Baca juga: Perhimpunan Dokter Paru Kritik Rencana Penentuan SNI untuk Rokok Elektrik
Terakhir, Program Manager Lentera Anak Najla Jovial Nisa menentang SNI untuk produk tersebut, karena akan berdampak pada peningkatan jumlah perokok kelompok usia anak.
Ia mengatakan, saat ini, anak-anak sudah mengetahui berbagai merek rokok elektrik sehingga berpotensi menjadi obyek bagi industri.
"Bagaimana mereka (anak-anak) juga telah disebut oleh iklan rokok elektronik membuat anak-anak menjadi objek bagi industri dalam memasarkan produknya,” kata Najla.
Sebelumnya diberitakan, BSN merumuskan standar bagi produk hasil pengelolahan tembakau lainnya (HPTL) yang beredar di Indonesia.
Upaya ini dilakukan agar para pelaku usaha memiliki acuan dalam pembuatan produk HPTL yang sesuai dengan SNI demi memberikan perlindungan terhadap konsumen.