JAKARTA, KOMPAS.com - Usai nomor induk kependudukan (NIK) Presiden Joko Widodo terungkap ke publik, data itu kemudian digunakan warganet untuk melakukan cek kartu vaksin Covid-19 milik kepala negara di aplikasi PeduliLindungi.
Hasil dari pengecekan itu berhasil menemukan kartu vaksin dosis pertama, kartu vaksin dosis kedua, dan form sertifikat vaksin dosis ketiga.
Hasil pengecekan ini diunggah di Twitter dan mendapat respons luas dari warganet lainnya.
Baca juga: Jubir Sayangkan NIK Presiden Beredar, Minta Ada Langkah Khusus dari Pihak Terkait
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakhrulloh meminta masyarakat tidak melakukan hal itu.
Pasalnya, ada ketentuan sanksi pidana saat seseorang menggunakan data orang lain dengan tujuan memdapatkan informasi dari orang lain tersebut.
"Ini bukan (soal) kebocoran NIK, tetapi menggunakan data orang lain untuk mendapatkan data informasi orang lain. Ada sanksi pidananya untuk hal seperti ini," ujar Zudan dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (2/9/2021).
Menurut Zudan, ketentuan pidana tersebut diatur dalam UU Administrasi Kependudukan (Adminduk) Nomor 24 Tahun 2013.
Baca juga: Ini Kegiatan di Jawa-Bali yang Wajib Pakai Aplikasi PeduliLindungi
Pasal 94 UU Adminduk tersebut mengatur bahwa setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data penduduk dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp75.000.000.
Lebih lanjut, Zudan juga menuturkan bahwa aplikasi PedulLindungi bisa dibuka oleh siapa pun.
Sehingga, dia menyarankan aplikasi itu perlu dua faktor untuk autentifikasi.
"Jadi tidak hanya dengan NIK saja. Bisa dengan biometrik atau menggunakan tanda tangan digital," kata Zudan.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Diharapkan Jadi Momentum Perbaikan Data Kelompok Rentan