JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fery Amsari mengatakan, saat ini yang dibutuhkan publik adalah soal penanganan pandemi Covid-19 dibandingkan melakukan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Sebab, banyak dampak pandemi Covid-19, di antaranya masyarakat menjadi korban langsung Covid-19, pelayanan kesehatan masih tidak mencukupi untuk publik, hingga banyak keluhan kekurangan oksigen saat pandemi memasuki masa puncak beberapa waktu kemarin.
“Pertanyaan yang menarik adalah kalau kebutuhan publik saat ini terkait Covid-19, kok solusinya adalah menambah kewenangan MPR (lewat amendemen UUD 1945). Itu nyambungnya di mana?,” tanya Fery dalam diskusi virtual, Rabu (1/9/2021).
Baca juga: Nasdem: Desakan Amendemen UUD 1945 Harus Muncul dari Bawah ke Atas, Bukan Sebaliknya
Menurut dia, kebutuhan publik saat ini, yakni penanganan pandemi Covid-19 dan kepentingan politik terkait amendemen UUD 1945 sangat tidak berkorelasi.
“Kok begitu jauh antara keinginan publik dengan kepentingan politik. Bukankah politik dirancang untuk kepentingan publik?,” imbuh dia.
Lebih lanjut, Fery juga mempertanyakan pernyataan para politisi atau partai politik yang sering mengatakan bahwa PPHN dibutuhkan untuk melakukan keberlanjutan pembangunan.
Sebab, menurut dia, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang digunakan selama masa orde lama dan orde baru tidak menghasilkan pembangunan berkelanjutan.
“Yang ada pembangunan yang dikelola secara berkelanjutan oleh kelompok tertentu,” tegas dia.
Baca juga: Amendemen Konstitusi dan Ancaman Menguatnya Oligarki
Selain itu, ia menyebut kini Indonesia juga sudah memiliki undnag-undang yang mencakup soal pembangunan berkelanjutan.
Menurut dia, konsep dan format dari GBHN sudah diubah menjadi UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
“UU 25 ini lah kemudian yang kemudian penting untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet menyinggung isu amendemen UUD 1945 pada pidatonya dalam Sidang Tahunan MPR, Senin (16/8/2021).
Baca juga: Tanda-tanda Amendemen UUD 1945 dan Kekhawatiran soal Masa Jabatan Presiden
Adapun amendemen UUD 1945 dikhawatirkan memicu perubahan pasal-pasal seperti masa jabatan kepresidenan.
Namun, Bamsoet mengeklaim bahwa amendemen UUD 1945 tentang PPHN tidak akan melebar ke pasal-pasal lainnya.
"Perubahan terbatas tidak memungkinkan untuk membuka kotak pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya," kata Bamsoet dalam Sidang Tahunan MPR, Senin (16/8/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.