JAKARTA, KOMPAS.com - Perwakilan Tim Ahli Badan Legislasi (Baleg) DPR, Sabari Barus mengungkapkan, kata 'Penghapusan' di dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual dihapus dan diganti.
Frasa itu selanjutnya diusulkan untuk diganti dengan 'Tindak Pidana'. Tim Ahli Baleg beralasan menggunakan frasa itu karena mengambil pendekatan hukum bahwa kekerasan seksual merupakan tindak pidana khusus.
"Dari aspek judul, sesuai dengan pendekatan, maka kekerasan seksual dikategorikan sebagai tindak pidana khusus. Sehingga judulnya sebaiknya menjadi RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata Barus dalam rapat pleno penyusunan RUU PKS, Senin (30/8/2021).
Menurut dia, jika kata 'penghapusan' digunakan justru terkesan sangat abstrak dan mutkal. Sebab, kata itu dapat diartikan atau bermakna hilang sama sekali.
Baca juga: Anggota DPR: RUU PKS untuk Lindungi Korban Kekerasan Seksual, Bukan untuk Kebebasan Seksual
Padahal, menurut dia, penghapusan kekerasan seksual justru menjadi sesuatu yang sangat sulit untuk dicapai.
"Jadi kami memandang lebih tepat dengan menggunakan langsung RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," ucapnya.
Lebih lanjut, Tim Ahli Baleg mengatakan bahwa penggunaan judul itu justru akan lebih memudahkan penegak hukum dalam melakukan tugasnya menentukan unsur pidana terhadap pelaku kekerasan seksual.
Termasuk pula, judul tersebut dinilai lebih mudah bagi penegak hukum menentukan ancaman hukuman yang memberatkan pelaku.
Adapun draf awal ini berisi 11 Bab yang terdiri atas 40 pasal, meliputi ketentuan umum hingga penutup.
Baca juga: RUU PKS Tak Disinggung Puan, Komunikasi antara AKD dan Pimpinan DPR Ditengarai Tidak Baik
"Bab I berisi Ketentuan Umum yang perlu kami sampaikan, paling tidak dua hal, sebagai pemantik dalam mengenal RUU ini yaitu definisi Kekerasan Seksual itu sendiri serta definisi Tindak Pidana Kekerasan Seksual," jelasnya.
Melihat pemaparan Barus, dituliskan bahwa Kekerasan Seksual memiliki definisi, setiap perbuatan yang bersifat fisik dan/atau nonfisik, mengarah kepada tubuh dan/atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai secara paksa dengan ancaman, tipu muslihat, atau bujuk rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraaan secara fisik, psikis, seksual, dan kerugian secara ekonomis.
Sementara, definisi Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam draf RUU ini adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Kemudian, pada Bab II RUU ini mengatur tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dituliskan, ada lima jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang diatur dalam setiap pasalnya.
Baca juga: RUU PKS Dinilai Jadi Instrumen Terciptanya Kesetaraan Gender
Pertama, jenis tindak pidana yaitu pelecehan seksual diatur dalam Pasal 2. Kemudian, pemaksaan memakai alat kontrasepsi pada Pasal 3.
"Pemaksaan Hubungan Seksual pasal 4. Keempat, eksploitasi seksual itu di pasal 5. Dan Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disertai dengan perbuatan pidana lain di pasal 6," jelasnya.
Barus mengatakan, dalam draf RUU yang sebelumnya, terdapat 9 jenis unsur tindak pidana kekerasan seksual.
Namun, Tim Ahli kemudian menyisir dengan melihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), sehingga menyortir hingga menjadi empat jenis.
"Ini lah yang tidak ada irisannya, atau yang belum diatur dalam KUHP atau RKUHP. Jadi tinggal empat jenis," tutur Barus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.