JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, obligor dan debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dapat dipidanakan jika tak memenuhi pemanggilan serta pembayaran utang ke negara.
"Kalau para pengutang mangkir, tidak mengakui utangnya padahal jelas ada dokumen utangnya, itu bisa saja kasus ini, walaupun kami selesaikan secara perdata, bisa kami jadikan kasus pidana, bisa korupsi," ujar Mahfud, dikutip dari siaran pers, Rabu (25/8/2021).
Mahfud mengatakan telah bertemu Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo beberapa waktu lalu.
Baca juga: Tak Hanya Tommy Soeharto, Mahfud Tegaskan Satgas akan Panggil Semua Obligor dan Debitur BLBI
Berdasarkan pertemuan tersebut, kasus perdata BLBI bisa bergeser ke arah pidana apabila obligor dan debitur tidak memenuhi kewajiban hukum.
Oleh sebab itu, ia meminta obligor dan debitur kooperatif memenuhi panggilan Satuan Tugas (Satgas) BLBI. Terlebih, Presiden Joko Widodo memberikan waktu yang tak lama bagi Satgas BLBI untuk menagih utang.
"Diberi waktu sampai Desember 2023, kita akan laporkan nanti sampai mana ini," kata Mahfud.
Sebelumnya, Satgas BLBI mengumumkan pemanggilan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto sebagai pengurus PT Timor Putra Nasional. Bersama Tommy, Ronny Hendrarto Ronowicaksono juga turut dipanggil.
Baca juga: Mahfud Ungkap Utang Tommy Soeharto dalam Kasus BLBI Capai Rp 2,6 Triliun
Satgas BLBI meminta Tommy dan Ronny untuk ke Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pada Kamis (26/8/2021) pukul 15.00 WIB.
Secara keseluruhan, besaran utang yang ditagih kepada para obligor dan debitur BLBI senilai Rp 110,45 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, sampai hari ini pemerintah masih harus membayar biaya dari efek BLBI tahun 1998 tersebut sehingga pengejaran obligor dan debitur dilakukan.
Dia mengaku tak ingin lagi melihat niat baik para debitur dan obligor dalam mengembalikan dana. Sri Mulyani hanya ingin dana itu segera dibayar karena kasus sudah berlangsung lebih dari 20 tahun.
"Oleh karena itu, karena waktunya sudah sangat panjang lebih dari 20 tahun, tentu kita tidak lagi mempertanyakan niat baik atau tidak, tapi mau bayar atau tidak," kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.