Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Keringanan Hukuman Juliari Dinilai Mengada-ada

Kompas.com - 24/08/2021, 14:03 WIB
Tsarina Maharani,
Rakhmat Nur Hakim

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar mengatakan, alasan meringankan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam memvonis mantan Menteri Sosial Juliari Batubara terlalu mengada-ada.

Dalam pertimbangan majelis hakim, hal-hal yang meringankan hukuman Juliari yaitu ia menderita karena dicerca dan dihina masyarakat padahal belum ada putusan pengadilan.

"Alasan itu berlebihan dan mengada-ada. Terlalu jauh," kata Fickar saat dihubungi, Selasa (24/8/2021).

Baca juga: Pukat UGM: Juliari Lebih Layak Dijatuhi Hukuman Penjara Seumur Hidup

Padahal, lanjut Fickar, ungkapan kekesalan masyarakat itu merupakan konsekuensi logis dari perbuatan Juliari sebagai bagian dari penghukuman publik.

Ia pun menganggap vonis hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta kepada Juliari dalam perkara korupsi pengadaan bantuan sosial pandemi Covid-19 terlalu rendah.

Menurutnya, dalam perkara ini, Juliari dapat dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup.

"Seharusnya majelis hakim mempertimbangkan keadaan dan situasi ini, sehingga hukuman maksimal seumur hidup bisa dan beralasan untuk dijatuhkan. Demikian juga dendanya seharusnya juga maksimal," tuturnya.

Fickar menuturkan, tidak ada sedikit pun alasan yang semestinya meringankan hukuman Juliari.

Baca juga: Cacian Jadi Hal Meringankan Vonis Juliari Dinilai Biaskan Independensi Hakim

Dia berpendapat, tindakan Juliari sangat kejam karena mengambil hak rakyat banyak di masa pandemi.

"Tidak ada alasan yang meringankan sedikitpun, karena terdakwa adalah penguasa yang seharusnya melaksanakan tugasnya dengan penuh amanah," katanya.

Menurut Fickar, andai majelis hakim objektif dalam menjatuhkan hukuman kepada Juliari, pasti mereka akan memberikan hukuman maksimal. Namun, ia menilai, majelis hakim cenderung bersandar pada perasaan.

"Dalam menjalankan kebebasannya, hakim selalu menggunakan perasaan bukan pikirannya. Karena itu seringkali menjadi tidak konsisten dalamm menerapkan UU. Belum lagi intervensi lainnya, misalnya uang atau kekuasaan lain yang menekannya, termasuk atasan," ujar Fickar.

Sebelumnya, Ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Muhammad Damis menilai Juliari sudah cukup menderita akibat cacian dan hinaan masyarakat.

Baca juga: Kala Makian dan Hinaan Publik Ringankan Vonis Juliari

 

Hal itu disampaikannya saat membacakan hal-hal yang meringankan vonis Juliari. Alasan ini juga merupakan satu di antara tiga hal yang meringankan vonis Juliari dalam kasus Bansos Covid-19.

"Kedua, terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat," tutur hakim Damis, Senin (23/8/2021) di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Nasional
Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Nasional
Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Nasional
Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Nasional
Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Nasional
Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Nasional
Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com