Senja memeluk erat bulan November
mendesing angin utara berputar-putar
dedaunan melayan terbang jatuh gugur
musim dingin segera datang
yang menyiksa setiap tahun
Tersirap ingatan ke kampung halaman
hati yang rindu selalu saja terdengar
hempasan ombak berdebur
dasar anak khatulistiwa
yang selalu bermandikan caya mentari
di atapi awan putih langit biru
di alasi laut menghampar mendekap rindu
Oh kampung halaman
tahun depan genap duapuluh tahun
terdampar dalam dendam lirih
tertindih pegunungan
gelisah
orangtua dua-dua sudah lama tiada
kakak, abang, ipar sudah pada bernisan
istri lah tiga bulan ditangisi
satu-satu berguguran
bagikan melayangnya dedaunan
(“November” – Beijing, November 1980, Sobron Aidit)
PUISI ini ditulis oleh adik Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) 1964-1966 Dipa Nusantara Aidit yang bernama Sobron Aidit.
Kerinduannya untuk pulang ke tanah air terus dipendamnya hingga akhirnya berkalang tanah nun di Paris, Perancis.
Berasal dari keluarga yang diindikasikan “kiri” oleh rezim Soeharto, hampir semua kerabat DN Aidit terlunta-lunta di mancanegara.
Sobron yang sempat menjadi guru besar di Institut Bahasa Asing Beijing, China, dan penyiar radio Beijing terhalang pulang karena paspornya dicabut pasca-Peristiwa 1965 akhirnya menjadi warga negara Perancis.
Tidak hanya Sobron, ada ratusan bahkan ribuan lainnya jika sanak keluarga ikut dihitung. Di zaman itu para mahasiswa ikatan dinas yang dikirim ke luar negeri di era Soekarno sejak 1961 termasuk diplomat dan misi Indonesia yang tengah di luar negeri tidak bisa pulang karena paspornya dicabut pasca-Peristiwa 1965.
Mereka yang dicabut paspornya tidak bisa diperpanjang di semua kedutaan Indonesia di mana pun berada karena tidak berikrar kesetiaan terhadap pemerintahan Soeharto.
Mereka yang tidak lapor ke kedutaan dianggap sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelah paspor dicabut maka mereka tidak memiliki kewarganegaraan (stateless) sebelum akhirnya mendapat suaka di berbagai negara.
Dari penelitian yang menjadi judul disertasi saya yakni Transformasi Indentitas dan Pola Komunikasi Para Pelarian Politik di Mancanegara saya menemukan sosok-sosok hebat di luar negeri tetapi aslinya orang Indonesia.
Waruno Jati, PhD warganegara Jerman yang menjadi peneliti di Max Planck – institusi penelitian terkemuka di Jerman.
Bambang Soeharto warganegara Jerman, alumni pertelevisian Chekoslovakia yang sempat menjadi petinggi di Deustche Welle TV dan menjadi satu-satunya orang non-Jerman pertama yang menjadi pimpinan elit media pemerintah Jerman.
Willy Kantaprawira, PhD warganegara Jerman yang sempat berkarir di lembaga internasional yang berafiliasi dengan PBB.
Dr Sopian Waluyo warganegara Swedia yang menjadi pengembang ilmu kependidikan di Swedia.
Prof Ernoko Adiwasito warganegara Venezuela yang menjadi mahaguru ilmu ekonomi di Venezuela.
Manuaba PhD yang menjadi salah satu pengembang atom di Hongaria.
Apoteker lulusan Bulgaria Sri Basuki yang kini mukim dan menjadi warganegara Jerman atau Tom Ilyas warganegara Swedia yang sempat menjadi teknisi senior di pabrikan otomotif Scania.