JAKARTA, KOMPAS.com - Kedudukan dan kewenangan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) terdegradasi setelah masa Reformasi pada 1998. Pasca-rezim Orde Baru, MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara.
Kemudian, MPR juga tidak lagi berwenang menetapkan Garis-garis Besar Haluan negara (GBHN). Sebab, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat, tidak lagi menjadi mandataris MPR.
Namun demikian, Ketua MPR Bambang Soesatyo menilai, haluan negara, yang kini disebut Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), perlu dihidupkan kembali melalui amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Baca juga: DPD Dukung Kewenangan MPR Tetapkan Pokok-pokok Haluan Negara
Menurut Bambang, PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara. Dengan begitu, Bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.
"Sehingga Indonesia tidak seperti orang menari poco-poco. Maju dua langkah, mundur tiga langkah," kata Bambang, dalam peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-76 MPR yang dipantau secara daring, Rabu (18/8/2021).
"Ada arah yang jelas ke mana bangsa ini akan dibawa oleh para pemimpin kita dalam 20, 30, 50, hingga 100 tahun yang akan datang," tutur dia.
Bambang mengatakan, UUD 1945 bukan merupakan Kitab Suci. Oleh karena itu, kehendak untuk melakukan perubahan atau penyempurnaan konstitusi tidak boleh dianggap tabu.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan, konstitusi secara alamiah akan terus berkembang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat. Ia pun mengingatkan, pada masa sebelum reformasi, UUD 1945 sangat dimuliakan secara berlebihan.
"Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang bukanlah kitab suci, karenanya tidak boleh dianggap tabu jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan," ucap Bambang.
Baca juga: Kembali Singgung Amendemen UUD 1945, Bamsoet Sebut Konstitusi Bukan Kitab Suci
Sebelumnya, Bambang juga menyinggung soal rencana amendemen UUD 1945 saat berpidato dalam Sidang Tahunan MPR, Senin (16/8/2021). Ia menyebutkan, amendemen diperlukan untuk menambah wewenang MPR dalam menetapkan PPHN.
Bambang mengatakan, PPHN tidak akan mengurangi kewenangan pemerintah untuk menyusun cetak biru pembangunan nasional, baik dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) maupun Rencana pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Menurut Bambang, PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis.
"Dengan PPHN, maka rencana strategis pemerintah yang bersifat visioner akan dijamin pelaksanaannya secara berkelanjutan tidak terbatas oleh periodisasi pemerintahan yang bersifat elektoral," ujar dia.
Baca juga: Bola Liar Amendemen UUD 1945, Potensi Presiden Kembali Dipilih oleh MPR...
Amendemen UUD 1945 terkait penerapan kembali haluan negara merupakan rekomendasi dari MPR periode 2009-2014.
Melalui amendemen, nantinya MPR akan memiliki kewenangan untuk menentukan GBHN yang wajib dijalankan oleh presiden.