JAKARTA, KOMPAS.com - Bareskrim Polri melimpahkan berkas perkara tahap dua kasus investasi ilegal E-Dinar Coin (EDC) Cash kepada Kejaksaan Negeri Kota Bekasi.
Pelimpahan tahap dua yaitu penyerahan barang bukti dan tersangka kepada jaksa penuntut umum (JPU).
"Hari ini Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus akan menyerahkan tersangka dan barang bukti terkait perkara EDC Cash yang beberapa bulan lalu kami telah mengungkap," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Whisnu Hermawan Februanto dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (16/8/2021).
Whisnu menjelaskan, total ada lima berkas perkara dengan enam orang tersangka dalam kasus ini.
Keenam tersangka yaitu, Abdulrahman Yusuf (AY) sebagai top leader EDCCash, BA sebagai programmer pembuat aplikasi sekaligus sebagai exchanger EDCCash pada Agustus 2018 sampai Agustus 2020, dan EK sebagai admin EDCCash dan IT-support.
Baca juga: Polri: Tersangka Kasus Investasi Ilegal EDCCash Masih Mungkin Bertambah
Kemudian, SY yang merupakan istri AY sebagai admin EDCCash sejak Agustus 2020, AW sebagai pembuat acara launching basecamp EDCCash, dan MR sebagai upline dengan total anggota sebanyak 78 orang.
"Di sini ada enam tersangka dari lima berkas perkara," katanya.
Mereka disangka melanggar Pasal 105 dan/atau Pasal 106 UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, Pasal 28 Ayat 1 Jo Pasal 45A Ayat 1 dan Pasal 36 Jo Pasal 50 Ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), tindak pidana penipuan/perbuatan curang Pasal 378 KUHP Jo penggelapan Pasal 372 KUHP, tindak pidana pencucian uang Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Namun, Whisnu mengatakan, saat ini penyidik masih mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang oleh para tersangka.
Baca juga: Polisi Sita Miliaran Rupiah hingga Triliunan Mata Uang Zimbabwe di Kasus EDCCash
Ia mengungkapkan, pelimpahan perkara pokok asal dan TPPU sengaja dipisahkan karena aset para tersangka cukup banyak.
"Karena terkait asset tracing. Jadi agar lebih cepat dilimpahkan dulu pada perkara pokoknya, baru nanti terkait money laundering-nya. Kami masih memproses, karena asetnya cukup banyak," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.